Lamtoro alias Petai Cina, dari Tempe, Kecap, hingga Antidiabet
SATUHARAPAN.COM – Di Indonesia, tumbuhan ini dikenal dengan nama petai cina, sementara orang Malaysia menyebutnya petai jawa. Apa pun sebutannya, Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebut nama tumbuhan ini lamtoro. Asalnya, dari Meksiko dan Amerika Tengah.
Sejak lama lamtoro dimanfaatkan dalam penghijauan dan pencegahan erosi. Kayunya dikenal sebagai bahan bangunan yang bermutu baik. Lamtoro juga secara tradisional dimanfaatkan sebagai obat herbal.
Penelitian baru menyebutkan biji lamtoro memiliki khasiat antidiabetik dan para ahli juga mengembangkan penelitian mengenai khasiatnya sebagai penangkal kanker.
Lamtoro, petai cina, atau petai selong adalah tumbuhan perdu dari suku Fabaceae (Leguminosae, polong-polongan). Penjajah Spanyol membawanya dari Meksiko ke Filipina, dan kemudian menyebar ke Asia, termasuk Indonesia. Sifatnya yang cepat tumbuh, menyebabkan lamtoro dipilih untuk ditanam sebagai peneduh tanaman kopi, sebagai rambatan hidup tanaman vanili, penghasil kayu bakar, serta sumber pakan ternak. Perakaran lamtoro memiliki nodul-nodul akar tempat mengikat nitrogen dan banyak menghasilkan daun sebagai sumber organik.
Di Malaysia, tumbuhan ini juga dinamai petai belalang selain petai jawa, sementara di Filipina dikenal dengan beberapa nama, yakni ipil-ipil, elena, dan kariskis. Dalam bahasa Inggris, selain disebut leucaena, diambil dari nama ilmiahnya Leucaena leucocephala (Lamk.) de Witt, juga disebut white leadtree. Orang Prancis menyebutnya leucaene atau faux mimosa. Di Thailand, tumbuhan ini dinamakan krathin, dan di Papua Nugini disebut lamandro.
Di Indonesia, tumbuhan ini, mengutip dari Wikipedia, dikenal dengan aneka sebutan, seperti pelending, peuteuy selong (Sunda); kemlandingan, metir, lamtoro (Jawa); serta kalandhingan, lantoro (Madura). Nama spesiesnya, leucocephala, yang berarti berkepala putih, mengacu kepada bongkol-bongkol bunganya yang berwarna putih. Nama ilmiah sinonimnya Leucaena glauca, (Linn.) Benth.
Lamtoro adalah tumbuhan pohon atau perdu yang dapat mencapai tinggi hingga 20m. Percabangannya rendah dan banyak.
Daunnya majemuk dan berbentuk menyirip rangkap. Bunganya majemuk berupa bongkol bertangkai panjang yang berkumpul dalam malai, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan. Buahnya polong berbentuk pita lurus, pipih, dan tipis, dengan sekat-sekat di antara biji, berwarna hijau dan akhirnya cokelat tua apabila kering dan masak, memecah sendiri.
Selain lamtoro yang dikenal sebagai petai cina (Leucaena leucocephala spp leucocephala), juga dikenal lamtoro gunung yang berukuran lebih besar, dengan nama ilmiah Leucaena leucocephala spp glabrata (Rose) S Zarate.
Khasiat dan Kegunaan
Daun dan polong lamtoro yang muda biasa dilalap mentah. Biji-biji yang sudah cukup tua, tetapi belum menghitam, biasa digunakan sebagai campuran pecal dan botok.
Biji-bijinya yang tua, menurut Wikipedia, disangrai sebagai pengganti kopi, dengan bau harum yang lebih keras daripada kopi. Biji lamtoro bisa juga diolah menjadi pengganti kedelai dengan gizi yang hampir menyamai kedelai. Kadar lemaknya mencapai 80,86 mg/g, masih di bawah kadar lemak kedelai yang mencapai 141,05 mg/g.
Dengan melihat kadar lemak itu pula, penelitian Rahayu pada 2005 seperti dimuat di eprints.ums.ac.id menyebutkan biji lamtoro sangat memungkinkan dipakai sebagai bahan baku kecap. Biji lamtoro yang tua juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku tempe.
Daun lamtoro biasanya digunakan sebagai mulsa dan pupuk hijau mengingat sifatnya yang cepat terdekomposisi.
Selain mengandung mimosin, leukanin, leukanol, dan protein, daun tumbuhan ini juga mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, dan sejumlah vitamin (A, B1, dan C).
Tumbuhan ini merupakan peluruh air seni (diuretik) dan berkhasiat sebagai pembasmi cacing. Biji dan seluruh bagian tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai obat herbal. Di wilayah tertentu Tanah Sunda, pucuk muda daun lamtoro yang dihaluskan bisa digunakan untuk mengobati luka yang disebabkan oleh benda tajam dengan cara ditempelkan.
Penelitian Meena Devi VN, Ariharan VN, Nagendra Prasad P dari Noorul Islam University, Kumaracoil, Thuckalay, Tamilnadu, India, pada 2013, berjudul “Nutritive Value and Potential Uses of Leucaena leucocephala as Biofuel – A Mini Review”, menegaskan khasiat obat lamtoro.
Biji lamtoro, terutama, merupakan bahan berkhasiat obat paling penting untuk sakit perut dan memiliki khasiat kontraseptif. Getah dari biji lamtoro dimanfaatkan sebagai pengikat pada formula tablet.
Penelitian Eddy Sulistyowati dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta pada 2007, “Uji Aktivitas Antioksidan Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lamk) de Witt) Secara In-Vitro”, menyebutkan biji lamtoro bersifat antioksidan.
Penelitian lain menyebutkan bentuk glikosilasi sulfat polisakarida dari biji memiliki aktivitas kanker kemopreventif dan antiproliferasi yang signifikan.
Ekstrak biji sejak lama dilaporkan berkhasiat sebagai obat cacing, antidiabetes dan memiliki spektrum aktivitas yang luas sebagai antibakteri.
Editor : Sotyati
AS Memveto Resolusi PBB Yang Menuntut Gencatan Senjata di Ga...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat pada hari Rabu (20/11) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (Per...