Laporan Mighty: Hutan Papua Habis Dibabat Perusahaan Korea
JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Dalam survei kalaborasinya dengan satelit dan drone, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat bernama Mighty menemukan adanya penggundulan hutan hujan seluas 11.700 hektar dalam kurun waktu tiga tahun terakhir oleh perusahaan sawit Korea, Korindo, di Papua dan Maluku Utara.
Bustar Maitar, salah seorang anggota LSM Mighty yang bekerja di Papua dan terlibat dalam menguak kehancuran hutan Papua, mengatakan pembabatan hutan ini benar-benar mengejutkan dan sangat memprihatinkan.
“Kami lihat tanah yang kosong. Tidak ada kayu di sana. Tidak ada pohon-pohon hijau. Tidak ada burung cendrawasih. Tidak ada kanguru pohon. Tidak ada kehidupan setelah mereka membersihkan hutan sampai habis,” katanya.
Kanguru pohon yang kehidupannya terancam oleh pembabatan hutan (Foto: Flickr/Daniela Parra)
Papua adalah tempat 50 persen dari keanekaragaman hayati Indonesia. Papua adalah rumah untuk hewan-hewan terutama dari kelompok marsupial seperti kanguru pohon.
Namun di tengah semua kehidupan ini, minyak sawit sedang berkembang pesat. Dalam kurun waktu 2005 sampai 2014, jumlah operasi perkebunan meningkat dari lima menjadi 21, dan tujuh diantaranya adalah milik Korindo.
Ekspansi ini tidak hanya mengusir satwa liar, tapi juga memaksa masyarakat setempat memberikan lahannya.
Sejak 2013, ratusan kebakaran telah tercatat dalam konsesi. Tahun lalu adalah puncaknya ketika hampir 500 kebakaran tertangkap oleh satelit.
Sudah bukan hal yang mengejutkan jika perusahaan sawit menggunakan api untuk membersihkan sisa-sisa hutan sekaligus membuat lahan siap tanam, meskipun ini bertentangan dengan hukum di Indonesia.
Pada 2015, asap dari pembakaran tahunan Indonesia menyelimuti sebagian besar Asia Tenggara. Bank Dunia memperkirakan mereka merugikan negara US$ 16 miliar.
Gambar udara konsesi hutan sebuah perusahaan seluas 2,800 ha yang dibabat sejak 2015. (Foto: Mighty)
Kebakaran di konsesi Korindo menyumbangkan 0,7 persen kebakaran di Indonesia dalam tahun itu, menurut laporan Mighty. Ini sesuatu yang mengejutkan mengingat masih ada ratusan perusahaan kelapa sawit dan kehutanan yang bekerja di seluruh Indonesia.
Maitar mengatakan sisa-sisa hutan yang tersisa di konsesi tahun ini sudah dikumpulkan dan siap untuk dibakar. Musim kemarau yang biasanya dimulai pada bulan Juni dan memicu kebakaran perkebunan, sekarang mulai digalakkan, menurut laporan Greenpeace. Pada hari Rabu (30/8), LSM itu melaporkan 1.296 titik api muncul di konsesi minyak, penebangan dan juga pertambangan di Indonesia sepanjang Agustus.
Sampai bulan ini, Korindo sedang dibeli oleh beberapa pedangan minyak sawit terbesar di dunia— Wilmar, Musim Mas, ADM, dan IOI. Mereka memasok untuk kalangan konsumen di Eropa, Amerika Utara, Tiongkok, dan India, menurut laporan yang dirilis oleh Mighty.
“Karena kurangnya kemajuan dari pemasok, dan mengacu pada tuduhan serius, Wilmar telah berhenti membeli dari Korindo berlaku mulai bulan Juni 2016 lalu,” kata juru bicara Wilmar.
Musim Mas juga telah berhenti membeli dari Korindo, tapi pihaknya mengatakan masih akan melanjutkan dialog. “Kami percaya transformasi yang hanya dapat dicapai melalui keterlibatan positif dan hasilnya berdampak nyata di lapangan,” kata juru bicara perusahaan Singapura.
ADM dan IOI membeli minyak Korindo mereka dari Wilmar dan Musim Mas. Dengan demikian, Korindo telah kehilangan bisnis utama di musim lalu.
Korindo, tidak menanggapi pertanyaan dari Climate Home, yang memuat laporan Mighty. Maitar mengatakan tuduhan organisasinya telah diabaikan.
Deforestasi di sebuah perkebunan kelapa sawit di Papua (Foto: Mighty)
Pembukaan lahan di konsesi tidak selalu ilegal di Indonesia. Tapi itu bertentangan dengan komitmen pembabatan hutan industri kelapa sawit. Korindo bukan anggota dari RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), --proses sertifikasi industri secara sukarela -- dan tidak memiliki kebijakan lanjut yang diterbitkan.
Tuduhan kenakalan terhadap matan pemasok IOI secara khusus mengejutkan bagi industri, yang telah berurusan dengan persediaan minyak sawit yang terbatas sejak lisensi IOI ditangguhkan untuk sementara waktu. Pembeli besar termasuk Uniliver, Nestle dan Kellogg terus menolak untuk membeli dari IOI yang merupakan salah satu pemasok sawit terbesar di dunia. (climatchangesnews.com/kav)
Editor : Eben E. Siadari
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...