Larangan Penggunaan Kata Allah Bertentangan dengan Quran
Ainul menyesalkan bahwa di Malaysia tidak ada lagi toleransi dari orang-orang Islam dengan membatasi penggunaan kata “Allah” bagi orang-orang non muslim.
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Koordinator Human Rights Committee di Malaysia, Ainul Yaqeen Muhammad Zain, menilai pelarangan umat non-Muslim menggunakan kata Allah di Malaysia bertentangan dengan ajaran Al Quran.
Ainul mengatakan, penyebab hilangnya sifat toleransi di Malaysia karena para ulama di Malaysia merasa begitu berkuasa sehingga mereka memutuskan bahwa penggunaan kata Allah itu eksklusif hanyalah untuk orang Islam. Padahal seharusnya tidaklah demikian.
Hal itu disampaikan Ainul kepada satuharapan.com, yang menanyakan gambaran kebebasan beragama di Malaysia yang dinilai kurang bertoleransi termasuk dalam penggunaan kata Allah.
“Ya itu yang saya katakan hilangnya sifat toleransi dan tidak ada toleransi. Karena kuasa itu telah diberikan kepada ulama dan ulama ini, mereka merasa begitu berkuasa, sehingga mereka memutuskan bahwa penggunaan perkataan Allah itu hanyalah untuk orang Islam saja, eksklusif. Sedangkan itu bertentangan dengan ajaran Quran,” kata Ainul usai gala dinner di Hotel Grand Aston Yogyakarta, hari Jumat (28/10) malam.
Kedatangan Ainul ke Yogyakarta guna menjadi pembicara dalam penyelenggaraan International Peace Symposium (IPS) 2016 bertajuk “Implementation of Pancasila in Freedom of Religions as Inspiration for The World” di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, hari Sabtu (29/10).
Missionary In-charge Komunitas Muslim Ahmadiyah Malaysia itu mengatakan, dalam Quran Allah berfirman sebagai Tuhan semesta alam bukan Tuhan untuk orang Islam atau Tuhan bagi orang Kristen melainkan Tuhan semua ciptaan.
“Dalam Quran sendiri, Allah ta'ala berfirman ‘Rabbil Alamin’ bahwa Tuhan semesta alam, Allah itu Tuhan semesta alam, bukan Tuhan untuk orang Islam, bukan Tuhan untuk orang Kristen, atau pun sebagainya, tapi semuanya. Semua ciptaan Allah ta’ala itu, Allah itu adalah pemilik pada semua,” kata dia.
Ainul mengakui, banyak pihak di Malaysia yang menentang keputusan Pengadilan Federal yang melarang penggunaan kata Allah bagi umat Kristen dan Katolik. Padahal menurut dia, penggunaan kata Allah bukan ajaran Islam.
“Jadi memang banyak suara-suara yang menentang keputusan ini, yang menghalang orang-orang selain daripada Islam menggunakan perkataan Islam, karena itu memang bukan ajaran Islam,” kata dia.
Ainul merujuk sejarah agama Islam dalam penggunaan kata untuk Nabi Isa al-Masih (Yesus Kristus). Menurut dia, Nabi Isa itu sebagai rasulullah bukan sekadar rasul atau nabi saja.
“Kita lihat dari segi sejarah juga ya, macam mana kalau kita baca Quran pun, rasulullah, nabi Isa itu dikatakan rasulullah. Tak kan kita tidak bisa menyebut Allah itu, kita sebut rasul saja. Sedangkan dia rasulullah,” kata dia.
Ainul menyesalkan bahwa di Malaysia tidak ada lagi toleransi dari orang-orang Islam dengan membatasi penggunaan kata Allah bagi orang-orang non muslim.
“Jadi di sini yang kita lihat tidak ada toleransi dari orang-orang Islam sendiri, sehingga kan mereka menghad (membatasi) penggunaan perkataan Allah itu bagi orang-orang bukan Islam. (Sikap) ini tidak benar,” kata dia.
Larangan Penggunaan Kata Allah di Malaysia
Penggunaan kata Allah oleh umat non Muslim telah menjadi kontroversi di Malaysia. Awal tahun 2015, sebagaimana dilaporkan oleh BBC, Mahkamah Agung Malaysia menolak upaya banding Gereja Katolik terkait penggunaan kata Allah pada surat kabar Katolik, the Herald. Putusan ini mengakhiri pertarungan hukum selama lima tahun tentang penggunaan kata Allah.
Lima orang hakim secara bulat menjatuhkan putusan itu dengan dasar, tidak terjadi ketidakadilan prosedur dalam putusan sebelumnya.
Kasus mengenai penggunaan kata Allah bermula ketika Kementerian Dalam Negeri Malaysia melarang surat kabar Katolik berbahasa Melayu, the Herald, menggunakan kata Allah yang merujuk Tuhan pada tahun 2007 silam.
Pada tahun 2009, Pengadilan Tinggi memutuskan umat Kristen dan Katolik berhak menggunakan kata tersebut tatkala merujuk Tuhan.
Setelah keputusan diumumkan sejumlah kerusuhan berupa pembakaran dan vandalisme terhadap rumah ibadat kaum Kristen. Namun tak dilaporkan adanya korban jiwa atau luka.
Pada tahun 2013, Pengadilan Rendah kembali mengubah putusan tersebut sehingga umat Kristen dan Katolik kembali tidak diperbolehkan menggunakan kata Allah. Tahun 2014, Pengadilan Federal kembali menegaskan bahwa pelarangan penggunaan kata Allah bagi umat Kristen dan Katolik merupakan keputusan yang benar.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...