Lebih Banyak Faktor yang Dukung Pelemahan Rupiah ke Rp 15.000
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dewasa ini lebih banyak faktor yang mendukung nilai tukar rupiah melemah ke level Rp 15.000 per dolar AS. Ditambah lagi dengan penundaan The Fed menaikkan suku bunga AS, yang berimplikasi tekanan terhadap pelemahan dolar masih besar.
"Rupiah tinggal dua persen lagi menuju Rp 15.000 per dolar AS. Melihat saat ini lebih banyak faktor yang mendukung pelemahan dibanding penguatan rupiah, peluang menuju Rp 15.000 saat ini cukup besar," kata Ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta dalam wawancara dengan satuharapan.com, Sabtu (26/9).
Ia menjelaskan, secara historis dolar akan selalu menguat beberapa bulan sebelum kenaikan suku bunga the Fed untuk pertamakalinya. Artinya, semakin lama kenaikan pertama dilakukan maka akan semakin besar tekanan penguatan penguatan dolar di pasar global.
"Ini satu tambahan alasan rupiah untuk tetap melemah beberapa bulan ke depan," kata Rangga.
Ditanya tentang keputusan pemerintah untuk menambah utang sebesar US$ 4,2 miliar dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia yang antara lain bertujuan untuk menambah cadangan devisa, Rangga mengatakan, suatu negara yang mengalami defisit neraca berjalan dan defisit finansial seperti Indonesia memang memerlukan aliran dana asing utuk bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi tanpa harus memicu pelemahan mata uang lebih lanjut lagi.
Ia menegaskan, terlepas dari peruntukan utang tersebut untuk memperkuat cadangan devisa, secara otomatis dolar yang masuk ke Indonesia akan menambah likuiditas dolar di pasar valas domestik --baik melalui sistem perbankan ataupun melalui intervensi BI.
Akan tetapi, kata dia, untuk bisa mendukung fundamental rupiah dalam jangka panjang, dana asing tersebut sebaiknya digunakan untuk meningkatkan prospek pertumbuhan ekonomi melalui proyek infrastruktur.
Rangga menambahkan faktor-faktor lain yang menyebabkan rupiah berkemungkinan masih akan melemah adalah prospek ekonomi dimestik yang memburuk, termasuk realisasi anggaran pemerintah yang masih di bawah harapan.
"Pemerintahan Jokowi telah mengecewakan ekspektasi investor terhadap pertumbuhan yang membesar pada akhir 2014, secara umum kredibilitas kebijakan pemerintah juga ikut turun," kata dia.
Deregulasi September I yang baru saja dilansir pemerintah, menurut dia, mayoritasnya masih menyorot sisi produksi dan bukan sisi permintaan yang justru saat ini tertekan daya belinya.
Padahal, kata dia, perbaikan sisi produksi hanya bisa diperbaiki dalam jangka panjang. "Ekspektasi terhadap pertumbuhan mungkin bisa membaik, tetapi hanya bisa datang bertahap seiring dengan semakin jelasnya realisasi," tutur dia.
Menurut Rangga stimulus fiskal yang disertai dengan pelebaran defisit -- dan bukan penigkatan pajak -- perlu dilakukan dalam ukuran besar dan waktu yang cepat.`
Kurs tengah Bank Indonesia pada Senin (28/9) menunjukkan rupiah melemah 6 poin ke posisi Rp 14.696 dari sebelumnya di level Rp 14.690 per dolar AS.
Sementara data Bloomberg pada pagi hari menunjukkan rupiah mampu menguat ke level Rp 14.665 dari posisi penutupan perdagangan akhir pekan kemarin Rp 14.693 per dolar AS.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...