Lebih dari 90 Persen Merek Garam Global Mengandung Mikroplastik
SEOUL, SATUHARAPAN.COM – Lebih dari 90 persen, merek garam yang disampel secara global, ditemukan mengandung mikroplastik, di mana jumlah tertinggi berasal dari sampel garam yang bersumber di Asia, menurut sebuah penelitian baru yang dirancang bersama oleh Seung-Kyu Kim, Profesor di Universitas Incheon dan Greenpeace Asia Timur.
Penelitian, yang telah diterbitkan di jurnal ilmiah Environmental Science & Technology, menganalisis 39 merek garam secara global, menunjukkan bahwa kontaminasi plastik dalam garam laut adalah yang tertinggi, diikuti oleh garam danau, kemudian garam batu, sebuah indikator tingkat polusi plastik di daerah-daerah sumber garam tersebut. Hanya tiga dari merek garam yang diteliti tidak mengandung partikel mikroplastik dalam sampel yang direplikasi. ketiga merek yang diinvestigasi adalah Taiwan (garam laut yang dimurnikan), China daratan (garam batu yang dimurnikan), Perancis (garam laut yang tidak dimurnikan yang diproduksi dengan evaporasi sinar matahari) , tidak mengandung partikel mikroplastik di kedua sampel replikasi. Sampel garam lainnya mengandung partikel mikroplastik.
“Penelitian terbaru telah menemukan plastik dalam makanan laut, margasatwa, air keran, dan sekarang dalam garam. Sudah jelas bahwa kita tidak bisa melarikan diri dari krisis plastik ini, terutama karena sampah plastik terus memasuki perairan dan lautan kita, Kita harus menghentikan polusi plastik pada sumbernya. Demi kesehatan manusia dan lingkungan kita, sangat penting bagi perusahaan untuk mengurangi ketergantungan mereka pada plastik sekali pakai dengan segera,” kata Mikyoung Kim, Jurukampanye Greenpeace Asia Timur. dalam rilisnya ada Jumat (19/10) yang dilansir situs greenpeace.org.
Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai pencemaran mikroplastik dalam garam, penelitian ini adalah yang pertama dalam hal skala untuk melihat tingkat kontaminasi dari penyebaran geografis dari garam laut, dan korelasinya dengan pelepasan dan tingkat pencemaran plastik terhadap lingkungan.
Studi ini, menyoroti Asia sebagai hotspot untuk polusi plastik global, yang berarti bahwa ekosistem dan kesehatan manusia di pinggiran laut Asia berpotensi berada pada risiko yang lebih besar karena polusi mikroplastik laut yang parah. Dalam satu sampel garam laut dari Indonesia, para peneliti menemukan jumlah mikroplastik tertinggi. Negara ini dianggap sebagai penyumbang sampah plastik terburuk kedua ke lautan dunia.
Dengan asumsi asupan garam 10 gram per hari, konsumen dewasa rata-rata dapat mencerna sekitar 2.000 mikroplastik setiap tahun melalui garam saja, menurut studi tersebut. Bahkan ketika sampel garam Indonesia yang sangat terkontaminasi dikeluarkan dari penelitian ini, rata-rata orang dewasa masih bisa mengonsumsi ratusan mikroplastik setiap tahun.
"Temuan menunjukkan bahwa konsumsi mikroplastik manusia melalui produk laut sangat terkait dengan emisi plastik di wilayah tertentu," kata Profesor Seung-Kyu Kim. "Untuk membatasi paparan terhadap mikroplastik, langkah-langkah pencegahan diperlukan, seperti mengendalikan pelepasan sampah dari sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik dan yang lebih penting, mengurangi sampah plastik," katanya.
Awal bulan ini, Greenpeace bersama dengan koalisi Break Free From Plastic merilis laporan yang menyebut Coca-Cola, PepsiCo, dan Nestle, sebagai sejumlah perusahaan yang kemasannya masih bergantung pada plastik sekali pakai, yang mencemari lautan dan saluran air kita secara global.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...