Ledia Hanifa: Toleransi Antar Individu Lebih Penting
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Komisi VIII (bidang agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan) Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan, toleransi antar individu masyarakat Indonesia jauh lebih penting diciptakan daripada Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Umat Beragama yang tengah disiapkan oleh Kementerian Agama.
Menurut dia, RUU Perlindungan Umat Beragama akan menekankan unsur toleransi antar umat beragama, tanpa melihat toleransi antar individu yang seharusnya menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kita selalu menekankan untuk toleransi antar umat beragama, tapi toleransi antar individunya tidak ada,” kata Ledia kepada satuharapan.com, di Ruang Rapat Komisi VIII DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (13/11).
Padahal, lanjut dia, toleransi antar individu bisa menggabungkan berbagai sudut pandang masyarakat Indonesia. Politisi PKS itu pun memberi contoh. “Seperti orang melihat Ibu Ledia, oh dia itu orangnya menggunakan kerudung, terus partainya PKS, pasti orangnya begitu deh, padahal kan belum tentu,” Politisi PKS itu menjelaskan.
PR Dasar Indonesia
Terkait RUU Perlindungan Umat Beragama, dia berpendapat bukan hanya mengatur pendirian rumah ibadah dan penyiaran agama, tapi terdapat sembilan materi yang memiliki potensi konflik antar umat beragama, diantaranya tentang pendidikan dan penyelenggaraan jenazah. Namun Ledia mengungkapkan Kementerian Agama harus memperdalam materinya lebih dulu, karena masih terlalu mentah.
“Lalu apakah regulasinya dalam UU atau Peraturan Presiden,” ujar dia.
Namun dibalik itu semua, lanjut Ledia, bangsa Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah mendasar, yakni untuk membiasakan diri dalam konstetasi gagasan, mengemukakan pendapat, kemudian bersikap.
“Contohnya, pengguna sosial media terbanyak itu ada di Indonesia, tapi masalahnya kita punya tidak memiliki kemampuan untuk menggunakannya, karena ada ruang yang seharusnya privat tapi justru dibawa ke ruang publik,” dia mengungkapkan.
Proses Pendewasaan
Bagi Wakil Ketua Komisi VIII itu, masyarakat Indonesia harus semakin memiliki sikap saling menghormati dan empati dalam menanggapi setiap perbedaan. “Karena memang setiap perbedaan tidak disamakan,” kata dia.
Ini suatu proses pematangan dan pendewasaan, kata Ledia, dan kita harus mempunyai toleransi antar individu lebih dulu, minimal di kehidupan dalam rumah tangga. Masih panjang proses yang harus dipersiapkan selain RUU Perlindungan Umat Bergama, karena bila sudah sampai persoalan agama tapi tidak dimulai dari awalannya akan menjadi masalah.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...