Legalkan Pernikahan Sesama Jenis: AS Dikutuk atau Diberkati Tuhan?
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Keputusan Mahkamah Agung AS yang memberi hak bagi pasangan sejenis di seluruh negeri itu untuk menikah, menuai pro dan kontra di kalangan pemimpin agama. Kendati isu ini sudah menjadi perdebatan lama dan 37 dari total 50 negara bagian sudah mengesahkannya, banyak pendeta dan pastor terkejut dan tampaknya belum siap. Namun di sisi lain tidak sedikit pula yang menyambutnya dengan gembira sebagai simbol kesetaraan di masyarakat.
Sementara sebagian pendeta dan pastor yang kecewa menyebut keputusan MA itu merupakan dosa dan AS akan mendapat kutuk atas dosa itu, pendeta dan pastor lainnya justru melihatnya sebagai 'berkat' bagi rakyat AS. Pengakuan MA dianggap simbol kesetaraan dalam masyarakat.
"Ini merupakan langkah penting dalam menciptakan komunitas yang inklusif, di mana hak-hak semua warga negara diakui dan ditegaskan," kata Pendeta Robert Cornwall dari Central Christian Church Woodward di Troy. "Saya merayakan putusan ini dan percaya itu adalah awal dari sebuah hari baru bagi gereja dan bangsa kita," kata dia, sebagaimana dilansir oleh Detroit Free Press.
"Saya percaya bahwa pernikahan adalah perjanjian suci yang harus dimasuki secara hati-hati dan komitmen yang mendalam," kata Cornwall. "Banyak pasangan gay dan lesbian telah menunjukkan bahwa mereka memiliki komitmen yang sama."
Namun pendapat seperti yang dilontarkan Cornwall ditentang oleh banyak pendeta dan pastor lainnya. Mereka sangat tidak setuju dengan keputusan MA AS itu.
Stacy Swimp, seorang pekerja gereja di jemaat Flint yang memimpin koalisi pendeta kulit hitam, National Coalition of Black Pastors, mengecam keputusan MA dan mengatakan hal itu tidak adil dan berlawanan dengan keinginan rakyat pemberi suara.Menurut dia, pada tahun 2004, warga Michigan telah memutuskan lewat jajak pendapat bahwa pernikahan adalah hanya antara seorang pria dan seorang wanita.
"Mahkamah Agung berlaku jahat," kata Swimp, seorang Kristen Injili. "Ini menciptakan hukum baru, bukan menafsirkan hukum ... Saya takut dan gemetar bagi negara saya. Masa depan Amerika tampak suram sekarang."
Swimp menyerukan pembangkangan sipil, mengatakan bahwa para pejabat pemerintah dan pendeta harus menolak untuk melakukan dan menghukum pernikahan sesama jenis.
"Sekarang adalah waktunya untuk pembangkangan sipil," kata Swimp. "Pegawai Negeri Sipil yang memiliki hati nurani Kristen harus menolak untuk menikahkan dua orang dari jenis kelamin yang sama ... Mereka harus bersedia untuk mematuhi hukum, bahkan pun jika itu berarti kita masuk penjara atau didenda."
Uskup Katolik Michigan, yang mewakili 2 juta umat Katolik di Michigan, merilis pernyataan bersama dan mengulangi pandangan mereka bahwa pernikahan harus antara seorang pria dan seorang wanita. Dan mereka menyatakan keprihatinan tentang ancaman terhadap kebebasan beragama Katolik dan kelompok agama lain karena keputusan MA itu.
Sesungguhnya isu pernikahan sesama jenis telah menjadi perdebatan dalam 10 tahun terakhir. Masyarakat AS terbelah. Dan MA yang mengumumkan keputusan itu pada Jumat (26/6), juga mencerminkan keterbelahan tersebut: lima suara hakim menyatakan setuju dan empat orang menolak pernikahan sesama jenis.
Para pemimpin Kristen mengatakan umat Katolik dan Kristen Injili mencapai setidaknya 40 persen dari populasi negara, dan banyak yang akan menentang pernikahan sesama jenis. Beberapa kalangan malahan khawatir kebebasan agama mereka sekarang akan terancam. Uskup Agung Katolik Detroit, Allen Vigneron, mengatakan bahwa umat Katolik yang mendukung pernikahan sesama jenis sebaiknya tidak ditawari untuk ikut komuni.
Swimp mengatakan dia khawatir bahwa gereja-gereja, yang merupakan organisasi nirlaba, bisa menghadapi risiko dicabut status hukumnya oleh pemerintah jika mereka menolak untuk menikahkan pasangan sejenis. Dia juga mengatakan, keputusan MA tersebut akan "menghancurkan tatanan masyarakat kita."
Kelompok yang dipimpin Swimp telah bergabung dengan Thomas More Law Center di Ann Arbor, sebuah firma hukum Kristen konservatif yang didirikan oleh pendiri Domino Pizza, Tom Monaghan. Mereka akan mengajukan tuntutan perlawanan terhadap Mahkamah Agung atas keputusan melegalkan pernikahan sesama jenis.
"Untuk orang-orang Kristen, saya mengatakan, 'Jangan cemas.....,'" kata Swimp. "Tuhan akan membawa kehancuran bagi orang-orang yang telah menyatakan perang terhadap tangan Tuhan yang kuat."
Franklin Graham, putra dari pendeta legendaris Billy Graham, mengeluarkan pernyataan yang lebih keras. "Saya percaya Tuhan bisa membawa hukuman atas Amerika," kata Franklin dalam sebuah wawancara eksklusif.
Presiden dan CEO dari Billy Graham Evangelistic Association and Samaritan's Purse itu berterus terang bahwa ia sangat kecewa dengan keputusan MA. Ia juga memperkirakan orang Kristen akan banyak menderita penganiayaan atas keputusan MA tersebut.
"Anda lebih baik siap dan Anda lebih baik siap karena itu akan datang," kata Graham dalam wawancara dengan Fox News.
Bagi Graham, keputusan MA itu adalah sebuah dosa dan pemerintah AS, menurut dia, telah memberikan pembenaran terhadap dosa. "Saya kecewa karena pemerintah membenarkan dosa," katanya. "Pengadilan ini mendukung dosa. Itulah homoseksualitas -. Dosa terhadap Allah "
Graham menegaskan ia akan menolak bila diminta menikahkan pasangan sesama jenis.
"Saya tidak akan pernah mengakui itu dalam hati saya karena Tuhan mengaungerahkan pernikahan antara seorang pria dan seorang wanita dan itulah pernikahan," katanya. "Dan saya tidak peduli apa kata pengadilan - karena pengadilan tidak pernah mendefinisikan pernikahan - dan tidak memiliki hak untuk mendefinisikan kembali itu. Tuhan menganugerahkan kita pernikahan. Titik. Dan Allah tidak berubah pikiran. "
Sebaliknya dengan para pemimpin agama yang pro pernikahan sesama jenis, mereka menyambut gembira keputusan MA.
"Saya salut terhadap keputusan MA dan saya lega bahwa Michigan tidak akan lagi dapat menegakkan larangan pernikahan gay," kata Rabi Jason Miller dari Farmington Hills. "Saya bangga menjadi advokat LGBT, dan saya merayakan momen bersejarah ini dengan teman-teman di komunitas gay."
"Sebelas tahun yang lalu, saya lulus dari sekolah rabi dan mengenakan kancing pelangi pada setelan saya sebagai protes atas kebijakan seminari saya yang tidak mengakui gay dan lesbian," kata Miller, yang lulus dari Jewish Theological Seminary di New York-milih hukum. "Banyak yang telah berubah sejak saat itu dan seminari telah membuka pintu, pernikahan gay telah menjadi jauh lebih diterima secara nasional. "
Pendeta Kenneth Flower dari New Mt. Moriah Missionary Baptist Church di Detroit mendukung keputusan MA, meskipun ia secara pribadi mendukung pandangan Alkitab tentang pernikahan hanya antara seorang pria dan seorang wanita.
"Saya sebagai orang AS salut atas keputusan itu karena saya selalu berjuang untuk hak-hak sipil, hak asasi manusia," kata Flower. "Sebagai orang yang menetap di AS, kita harus melihat apa yang dikatakan Konstitusi AS, dan itu adalah perlindungan yang sama kepada orang-orang di bawah hukum. Ini tidak berarti, kita mengambil dan memilih."
"Sebagai seorang pendeta, saya masih mendukung apa yang Alkitab katakan tentang pernikahan," tambahnya.
Persoalan lain yang kini banyak mengkhawatirkan para pendeta dan pemuka agama adalah apakah pengadilan akan meminta mereka untuk menikahkan dua orang sesama jenis dan apabila menolak, apakah mereka akan dituduh melanggar hukum.
Franklin Graham jelas-jelas mencemaskan hal ini. Menurut dia, gereja dan bisnis yang berbasis agama harus mempersiapkan diri menghadapi tuntutan hukum dan investigasi pemerintah. Pendeta yang menolak untuk memberkati perniakahan gay harus bersiap menuai kebencian. Namun, Franklin Graham sendiri sudah memastikan sikapnya. "Jika pendeta akan dipaksa untuk memberikan layanan pernikahan untuk pasangan gay, saya tidak akan melakukannya," kata Graham menyatakan.
Sebaliknya dengan Flower. Ia meyakini tidak akan ada pemuka agama yang dipaksa untuk melayani pernikahan kaum pencinta sesama jenis. "Mahkamah Agung tidak memaksa gereja, masjid, sinagoga, atau lembaga keagamaan apa pun untuk melakukan upacara menyatukan pasangan dari jenis kelamin yang sama," kata Flower.
Kepala Keuskupan Episkopal Michigan, Wendell Gibbs, memuji keputusan pengadilan, tetapi menambahkan bahwa ia menghormati Episkopal yang mungkin tidak setuju dengan dia.
"Saya menyambut keputusan ini dengan sukacita, karena saya percaya bahwa dalam putusan ini, martabat setiap manusia sedang ditegakkan bahkan oleh pengadilan tertinggi di negeri ini," tulis Gibbs dalam sebuah pernyataan.
"Namun, saya sangat menyadari bahwa tidak semua anggota rumah tangga keuskupan kami berbagi kebahagiaan saya ... saya tidak menganggap atau mengharapkan bahwa ada kebulatan suara dalam keuskupan kami ... tidak akan ada paksaan bagi setiap imam keuskupan ini dalam memimpin pernikahan apapun. Juga, saya berharap dan mengingatkan Anda bahwa tidak boleh ada cacian terhadap mereka yang menentang pendapat itu..... "
Sementara pendeta W. J. Rideout, pendeta senior di All God's Peeople Church bersuara keras menentang keputusan MA.
"Ini adalah kekejian di hadapan Allah," kata Rideout. "Ini bertentangan dengan perintah yang telah diamanatkan Allah ... Amerika akan menderita karena putusan ini."
Rideout menambahkan bahwa "Saya tidak membenci homoseksual. Saya tidak membenci lesbian. Saya benci dosa. Saya benci aktivitas itu. Jemaat kami pun ada yang lesbian. Ada homoseksual di gereja saya."
"Kita tidak bisa menyebut yang salah jadi benar, dan yang benar jadi salah," katanya. "Kita tidak bisa berkompromi dengan dunia, dengan perasaan orang, ketika Allah mengatakan kepada kita untuk melakukan hal lain."
Editor : Eben Ezer Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...