Legislator: Dana Otsus Papua Belum Dikelola Sesuai Peruntukan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menjelaskan melalui Otonomi Khusus bagi Papua, pemerintah pusat telah mengalokasikan puluhan triliun untuk mengakselerasi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Misbakhun, berdasarkan Undang-Undang Nomo 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua (Papua dan Papua Barat), pemerintah menggelontorkan dana Otsus dan dana tambahan infrastruktur total lebih dari Rp 60 triliun.
Untuk tahun anggaran 2016, dana Otsus Papua naik menjadi Rp 7,7 triliun (untuk Papua sejumlah Rp. 5,4 triliun dan Papua Barat Rp. 2,3 triliun). Tambahan dana juga diberikan untuk infrastruktur provinsi Papua sebesar Rp. 2,2 triliun dan provinsi Papua Barat Rp. 1,1 triliun.
Ironisnya, sejumlah sinyalemen menunjukkan bahwa dana Otsus belum dikelola sesuai peruntukannya dan belum memenuhi azas penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance).
“Akuntabilitas keuangan Otsus sangat lemah dan menyisakan berbagai persoalan, baik yang berpotensi korupsi maupun merugikan kepentingan masyarakat,” kata Misbakhun dalam keterangan tertulis pada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Kamis (15/9).
Politisi Partai Golkar ini menilai pemerintah Propinsi Papua dan Papua Barat harus bertanggung jawab terhadap dana otonomi khusus (otsus) yang telah dikucurkan pemerintah pusat.
Pasalnya, selama 14 tahun (2002 hingga 2007) dana otsus belum banyak berkontribusi pada tingkat kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat.
Hal ini disebabkan karena kelemahan dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta pola pengawasan yang belum efektif.
“Ini akibat pengelolaan dana Otsus yang masih kurang baik dan diduga banyak potensi penyimpangan. Karena itu pemerintah perlu mengevaluasi semua kelemahan penggunaan dana Otsus tersebut. Idealnya, secara lima tahun dilakukan evaluasi,” katanya.
Sementara itu, Sekjen Forum Transparasi untuk Anggaran (FITRA) Yenni Sucipto menambahkan, audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan dana Otsus yang disetorkan pemerintah untuk pembangunan di wilayah Papua dan Papua Barat.
“Temuan BPK menyatakan, dana Otsus ini belum berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua dan masyarakat Papua Barat,” kata dia.
Hasil audit BPK juga menunjukkan adanya penyimpangan dana Otsus Papua mencapai Rp. 4,12 triliun selama periode 2002- 2010. Dari Rp19,12 triliun yang diperiksa, Rp 4,12 triliun di antaranya menyimpang penggunaannya menurut laporan BPK.
“Nyatanya, penyimpangan dana Otsus tidak pernah ditangani secara serius oleh pemerintah. Tidak heran banyak desakan menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan," kata dia.
Menurut Yenni, BPK sendiri kesulitan untuk mengaudit realisasi dana otonomi khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat. Namun, persoalannya, apakah pemerintah mempunya keberanian politis untuk mengusut dugaan penyimpangan dana otsus di tangan gubernur, wali kota dan bupati di Papua dan Papua Barat.
Terpisah, anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rizal Djalil mengatakan, strategi pemerintahan Jokowi menjaga Papua tetap menjadi bagian dari NKRI adalah meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
“Upayakan ada kebijakan khusus untuk Papua, yang muaranya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua. Ini penting demi NKRI. Jangan sampai seperti Catalan (Spanyol) atau Belfast (Irlandia)," kata dia.
Penulis buku "Papua, Otonomi untuk Rakyat" itu menyinggung implementasi UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus untuk Papua, yang masih jauh dari sempurna. Sejak 2002 sampai 2014, pemerintah pusat telah menggelontorkan dana otsus untukm Papua sebesar Rp 57 triliun.
Ironisnya, dana yang cukup jumbo itu, tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan rakyat.
“Parameternya jelas yaitu IPM (Indeks Prestasi Manusia) dan angka kemiskinan, tidak turun. Jadi harus ditegaskan, Otsus Papua bukan untuk elite," katanya.
Berdasarkan data statistik, IPM Papua pada 2002 berada di angka 60,1. Sepuluh tahun kemudian bergerak menjadi lebih dari 5 poin menjadi 65,86. Artinya, kucuran dana otsus memang tidak berpengaruh signifikan.
Editor : Eben E. Siadari
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...