Lembaga Pelayanan Kristen Bekerja Menembus Sekat-sekat Kemajemukan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Lembaga Pelayanan Kristen (LPK) di seluruh Indonesia yang tergabung dalam Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) diharapkan terus bekerja dalam kondisi kemajemukan Indonesia, dan JKLPK harus terlibat dalam partisipasi aktif di tengah masyarakat.
“Kalau saya ditanya sebagai seorang yang pernah tumbuh di LPK, apakah LPK sekarang sudah tumbuh di aras gerakan (kerja konkret, red) atau masih arak-arakan (simbolis, red) saya kira jawabannya sangat beragam, sebagian masih di arak-arakan sebagian lagi sudah sangat dalam gerakan artinya dalam proses, ketika saya mengatakan gerakan, syaratnya adalah ada kesadaran kolektif dan harus engaging,” kata Anna Marsiana, Konsultan organisasi sosial Kristen Jerman, Brot Fur Die Welt (BFDW) saat acara bedah buku Merajut Kebhinekaan Memaknai Indonesia, hari Jumat (12/2). di Gedung Grha Oikoumene, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Jalan Raya Salemba, Jakarta.
Anna melihat LPK memiliki peran strategis yakni membantu gereja melakukan pelayanan di Indonesia sebagai kepanjangan tangan Tuhan dalam melakukan tugas panggilan ke dalam dunia
Anna melihat berbagai LPK di Indonesia ditantang untuk melakukan pembebasan dan transformasi. “Sama seperti gereja, LPK di Indonesia bukan institusi belaka,” kata Anna.
LPK Membangun Dimensi Spiritual
Dalam kesempatan yang sama pemateri yang lain, dosen Sekolah Tinggi Teologi Jakarta yang juga pendeta Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS), Martin Lukito Sinaga, mengibaratkan gereja membutuhkan JKLPK untuk membangun ulang dimensi spiritual bagi prakarsa sosial.
“Spiritualitas gerakan sosial merupakan kesempatan bagi gereja untuk melibatkan diri karena tanpa spiritualitas, gerakan sosial cepat hilang, sedangkan gereja tanpa gerakan sosial maka spiritualitas akan menjadi ilusi. Kombinasi kedua ini adalah kesempatan bagi LPK untuk masuk secara spiritual,” kata Martin.
Martin memberi contoh Yayasan Trukajaya (di Salatiga, Jawa Tengah) sebagai LPK yang bergerak di bidang ekonomi jemaat, dia menyebut yayasan tersebut merupakan lembaga layanan kredit simpan pinjam
“Salah satu dari mereka (pengurus, red) pernah bilang ke saya kalau kita semua ini (Yayasan Trukajaya, red) bekerja di pohon anggur Tuhan, jadi kita ini ibaratnya diminta Allah bekerja dan pohon anggurnya adalah Kristus, kemudian Kristus adalah wakil kita semua, wakil serikat pekerja yang memiliki alat produksi,” kata dia.
LPK Beri Inspirasi
Dalam kesempatan yang sama, Direktur AMAN (Asian Muslim Action Network) Indonesia, Dwi Rubiyanti Kholifah menjelaskan bahwa karya berbagai LPK di Indonesia yang tidak kaku dan mau menembus sekat-sekat kemajemukan, antaretnis, dan antaragama memberi inspirasi bagi AMAN sebagai lembaga pelayanan Muslim untuk tetap berkarya lebih gigih.
“Saya menganggap pergerakan kawan-kawan LPK sangat luar biasa di tengah besarnya kelompok yang mendengung-dengungkan intoleransi, dan anti-pluralisme dewasa ini, saya mengatakan bahwa gerakan kawan-kawan LPK luar biasa, dengan kerja ini saya semakin bersemangat karena sebagai minoritas (Kristen, kepercayaan minoritas di Indonesia, red) mau bekerja dengan mayoritas (Islam, kepercayaan mayoritas di Indonesia, red),” kata dia.
Isi Buku
Dalam kesempatan yang sama moderator acara tersebut, Irma Simanjuntak menjelaskan buku berjudul Merajut Kebhinekaan Memaknai Indonesia mengangkat berbagai pengalaman terkait kerja-kerja merespon kebhinekaan dari 18 LPK yang tergabung dalam jaringan kerja lembaga pelayanan kristen (JKLPK). Dalam buku ini tergambar berbagai strategi, pendekatan, siasat, dan kebijakan dalam bingkai visi dan misi yang berorientasi pada pluralisme.
Pada halaman 17 dari buku Merajut Kebhinekaan Memaknai Indonesia editor buku Rainy Hutabarat, menyampaikan dalam kata pengantar bahwa ada 269 lembaga pelayanan Kristen berbasis gereja maupun Kristen yang kini berarak dalam JKLPK. Lembaga-lembaga ini sekaligus merupakan bagian dari arak-arakan organisasi masyarakat sipil di tanah air yang berjuang memberdayakan komunitas-komunitasnya masing-masing melalui kerja-kerja berprinsip pluralis. Masing-masing mengambil posisi dengan visi dan misi kemaslahatan masyarakat luas untuk menangani masalah-masalah mendesak, mulai dari kemiskinan, HIV/AIDS, disabilitas, panti asuhan, koperasi simpan pinjam, dan seterusnya.
Rainy mengemukakan yang menarik adalah walau membawa bendera Kristen, dalam pelayanannya, mereka tidak mengenal sekat-sekat identitas sosial seperti suku, agama, ras, juga seks dan orientasi sosial.
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...