Limbah Medis: Bagaimana Dikelola?
SATUHARAPAN.COM – Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) sangat berbahaya bagi lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya. Oleh karena itu, limbah B3 perlu dikelola secara benar yang berbeda dengan mengelola limbah biasa. Pemerintah sudah membuat aturan yang mengatur untuk mengelola limbah B3. Namun, bagaimana faktanya?
Salah satu penghasil limbah B3 adalah fasilitas layanan kesehatan seperti rumah sakit. Jenis limbah (B3) medis yang dihasilkan meliputi limbah infeksius (sarung tangan disposable, masker disposable, kasa pembalut bekas darah, kapas bekas darah/cairan, selang transfusi darah); limbah benda tajam (jarum suntik, jarum bides); limbah patologis (darah dan cairan tubuh, jaringan atau organ sisa operasi; limbah farmasi (botol obat, ampul obat, kemasan sisa obat).
Agar limbah B3 dari fasilitas layanan kesehatan dapat dikelola dengan benar, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (no P.56/ Menlhk-Setjen/2015). Pasal 5 peraturan itu menyebut pengelolaan limbah B3 dari fasilitas pelayanan kesehatan meliputi tahapan mengurangi dan memilah, menyimpan, mengangkut, mengolah, mengubur; dan menimbun limbah B3.
Mengolah limbah B3 tidak dapat dilakukan sembarangan. Pasal 19 peraturan tersebut menyebut bahwa pengolahan limbah B3 harus memenuhi syarat lokasi dan peralatan dan teknis pengoperasian peralatan limbah B3 secara termal. Lokasi untuk mengolah limbah B3 harus bebas banjir dan tidak rawan bencana alam atau dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan berada pada jarak paling dekat 30 meter dari jalan umum dan atau jalan tol; daerah pemukiman, perdagangan, hotel, restoran, fasilitas keagamaan dan pendidikan; garis pasang naik laut, sungai, daerah pasang surut kolam, danau, rawa, mata air dan sumur penduduk; dan daerah cagar alam, hutan lindung, dan/atau daerah lainnya yang dilindungi. Sedangkan persyarataran peralatan pengolahan limbah B3 harus meliputi pengoperasian peralatan (temperatur dan lama menggunakan alat) dan uji validasi.
Meskipun sudah ada peraturan pemerintah yang memuat pengelolaan limbah B3 dari fasilitas kesehatan, tetapi Publikasi Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2017 yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan RI 2018 menunjukkan bahwa di seluruh Indonesia, cuma ada 22,46% rumah sakit (dari total 2574 rumah sakit) yang mengelola limbah medis sesuai standar (lihat tabel). Bila data itu dirinci menurut provinsi tidak ada provinsi yang semua rumah sakitnya mengelolah limbah medis sesuai standar. Bengkulu adalah provinsi dengan persentase tertinggi (95, 38%) untuk rumah sakit mengelola limbah medis sesuai standar, dan ada 11,8% provinsi (Sumsel, NTT, Sulbar, Papua Barat) yang tidak ada rumah sakitnya yang mengolah limbah medis sesuai standar. Dari data yang ada, cuma ada 14,7% provinsi dengan rumah sakit yang mengelola limbah medis sesuai standar.
Persentase provinsi dengan Rumah Sakit yang mengelola limbah medis sesuai standar menurut provinsi |
||
Kategori |
Provinsi |
% |
0% |
Sumsel, NTT, Sulbar, Papua Barat |
11,8 |
>0-10% |
Aceh, Sumut, Sumsel, Jatim, Kalbar, Sulut, Sulteng, Maluku, Papua |
26,5 |
>10-25% |
Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, DKI Jkt, Jabar,NTB, Kalsel, Sultra, Malut |
23,5 |
>25-50% |
Riau, Jambi, Jateng, Bali, Kalteng, Kaltim, Sulsel, Gorontalo |
23,5 |
>50-75% |
Sumbar, Yogya, Banten, Kalimantan Utara |
11,8 |
>75% |
Bengkulu |
2,9 |
Total |
Indonesia |
100 |
Sumber: data diolah dan kategori dibuat sendiri oleh penulis dari tabel 7.9 Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2017
Pemerintah tidak cuma membuat peraturan bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengelola limbah B3, tetapi juga menyediakan peraturan tentang kriteria usaha dan kegiatan serta tata cara izin lingkungan. Pada tahun 2018, terbit Keputusan Menteri LHK No. 176//Menlhk/Setjen/PLB.2/4/2018 tentang Penangan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan oleh PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk (Kab Bogor), PT Holcim Indonesia Tbk (Kab Bogor), PT Semen Padang (Padang), dan PT Cemindo Gemilang (Kab Lebak, Banten).
Keputusan Menteri tsb dibuat karena terjadi tumpukan limbah medis akibat terkendala pengolahannya. Tidak semua rumah sakit mempunyai fasilitas pengolahan limbah B3, dan rumah sakit yang mempunyai fasilitas tersebut, sebagian terkendala mengoperasikan karena insineratornya tidak memenuhi ketentuan teknis.
Menurut Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah B3, KLHK saat melaksanakan workshop sosialisasi peraturan yang terkait dengan pengelolaan limbah B3 di Hotel Tentrem Yogyakarta, 27 Agustus 2018, pihaknya sedang mengedepankan pengurangan dan pemanfaatan limbah agar tidak dibuang tetapi dimanfaatkan kembali seperti menjadi batu bata, sumber energi untuk menjalankan proses produksi (TribuneJogja.com 27 Agustus 2018).
Semoga semua usaha yang dilakukan agar pengelolaan limbah B3 dapat membuat lingkungan di negara ini menjadi lebih baik.
Penulis adalah peneliti dan dosen Sosiologi di FISIP, UI, juga pemerhati lingkungan.
Editor : Yoel M Indrasmoro
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...