LIPI: Pemilu Serentak Nasional-Lokal 2019 Perlu Dipisahkan
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pelaksanaan pemilihan umum serentak tingkat nasional dan lokal pada 2019 perlu dipisahkan guna mewujudkan pemerintahan yang efektif dan sinergis antara pusat dan daerah dengan legislatif, kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Dengan dilaksanakan secara serentak terpisah antara nasional-lokal dengan jeda setahun atau dua tahun maka partai akan lebih memiliki jeda waktu pematangan strategi," kata pengamat politik dari LIPI Syamsuddin Haris, saat diskusi bertema "Desain Pemilu Serentak 2019" di Yogyakarta, Senin (23/2).
Mahkamah Konstitusi (MK) pada 23 Januari 2014 memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum presiden dan wakil presiden, serta pemilihan umum legislatif dilaksanakan serentak mulai 2019. Setelah keputusan itu keluar, banyak yang merespons dengan tafsiran berbeda-beda.
Menurut Syamsuddin, pemisahan pemilu serentak nasional dan lokal akan mampu memperkuat sistem presidensial. Sebab, keterpilihan presiden dalam pemilu serentak nasional akan memengaruhi hasil pemilu legislatif dalam tahapan pemilu serentak lokal.
"Sehingga akan menjadikan pemerintah terpilih memiliki otoritas yang cukup untuk merumuskan, membuat dan mengimplementasikan kebijakan di tingkat eksekutif maupun legislatif," kata dia.
Selain itu, kata dia, dari sisi pemilih, akan dapat memberikan suaranya secara cerdas antara lain karena yang dipilih pada pemilu nasional hanya tiga jenis, sedangkan pada pemilu lokal, empat jenis penyelenggara negara.
"KPU serta jajarannya juga akan dapat mempersiapkan, merencanakan, melaksanakan pemilu secara lebih efisien," kata dia.
Sementara pengamat politik LIPI, Ikrar Nusa Bhakti mengatakan pemilihan dengan sistem "borongan" atau serentak antara tingkat nasional yaitu pilpres, DPD, dan DPR RI, serta tingkat lokal yakni pilkada provinsi, pilkada kabupaten/kota, serta pemilu DPRD provinsi/kabupaten/kota justru mengakibatkan parpol tidak selektif dalam pengajuan calon.
Akibatnya parpol akan bersikap praktis dan pragmatis dengan memilih calon yang peluang terpilihnya besar. Dalam konteks itu parpol juga memungkinkan menjual berkas pencalonan pada mereka yang bisa membayar mahal.
"Akibatnya ketika mereka terpilih akan menjalankan kebijakannya sendiri melalui politik transaksional," kata Ikrar Nusa Bhakti. (Ant)
Editor : Sotyati
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...