LIPI: Penelitian Kelautan Penting untuk Mitigasi Bencana
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Iskandar Zulkarnain mengatakan, penelitian geologi dan geofisika kelautan penting, apabila Indonesia ingin membangun konsep-konsep mitigasi bencana gempa dan tsunami yang kuat.
"Sekaligus untuk bisa mengurangi risiko bencana, dan memahami bagaimana tsunami dan gempa bumi terjadi di sepanjang zona subduksi Indonesia," katanya dalam pemaparan tentang ekspedisi riset pemetaan dasar laut Mentawai Gap-Tsunami Earthquake Risk Assessment (MEGA-TERA) di Jakarta, Kamis (25/6).
Menurutnya, pengetahuan mendalam mengenai zona subduksi tersebut, memberikan gambaran mengenai besarnya potensi gempa dan tsunami yang mungkin terjadi di Indonesia.
"Zona subduksi Indonesia terbentang mulai dari Aceh kemudian terus melalui sisi barat Sumatera sampai ke Lampung, selatan Jawa, Bali, Lombok, Nusa Tenggara, kemudian berbelok sampai ke Laut Banda," kata Iskandar.
Sebelumnya, pada Selasa (23/6), kapal riset milik The Southern Oscillation Index (SOI) dengan merek dinding Falkor, berlabuh di Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatera Barat, setelah berlayar melakukan ekspedisi penelitian MEGA-TERA yang diikuti 10 peneliti dari Earth Observatory Singapore-Nanyang Technological University (EOS-NTU), Institut de Physque du Globe de Paris (IPGP) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Ekspedisi penelitian tersebut, diinisiasi dengan tujuan mempelajari risiko tsunami akibat gempa di kawasan Pantai Barat Sumatera, sekaligus mencari hubungan antara gempa bumi dan tsunami. Proyek MEGA-TERA dipimpin oleh Prof Satish Singh, seorang peneliti geofisika kelautan dari Institut de Physque du Globe de Paris (IPGP) dan Nanyang Technological University (NTU)dan Nugroho Hananto dari LIPI.
Proyek MEGA-TERA, kata Iskandar, melakukan pemetaan morfologi bawah laut di Cekungan Wharton dan di daerah palung di lepas pantai Kepulauan Mentawai, dengan menggunakan teknologi seismik resolusi tinggi yang dimiliki oleh kapal riset Falkor.
"Sehingga kami dapat mengetahui, sampai pada kedalaman 5.000 sampai 6.000 meter di bawah permukaan laut. Hasil penelitian sementara bisa menunjukkan adanya sebuah sungai bawah laut yang dalamnya 5 meter dan lebarnya sekitar 100 meter yang berada pada kedalaman 5.000 meter," katanya.
Iskandar, sangat mengapresiasi kerja sama penelitian tersebut, dan berharap kegiatan-kegiatan internasional semacam ini mampu membuka ruang bagi mahasiswa yang memiliki ketertarikan dan keinginan untuk menjadi ahli kelautan.
"Dalam kerja sama ini, kami tidak hanya mementingkan aspek-aspek ilmiah saja, tetapi juga pembangunan kapasitas," katanya.
Proyek MEGA-TERA, menargetkan zona tumbukan (subduksi) yang sejajar dengan sisi barat Pulau Sumatera dan Pulau Mentawai , dengan melakukan pengambilan data seismik resolusi tinggi, dan data paras dasar laut (batimetri) di lokasi Cekungan Wharton dan Zona Patahan Mentawai.
Zona tersebut dianggap oleh para peneliti sebagai wilayah paling aktif secara seismik, termasuk gempa dan tsunami pada 24 Desember 2004 yang menyebabkan ratusan ribu korban jiwa.
Salah satu pemimpin ekspedisi MEGA-TERA, Nugroho Hananto, mengatakan bahwa hasil penelitian akan dianalisis terlebih dahulu untuk kemudian dipublikasi dalam waktu dekat.
"Hasil temuan ekspedisi ini bukan untuk menunjukkan kapan, di mana, atau besarnya tsunami, namun lebih kepada hubungan antara gempa bumi dan tsunami," kata dia. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Ikuti berita kami di Facebook
Jenderal Rusia Terbunuh oleh Ledakan di Moskow, Diduga Dilak...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pada hari Rabu (18/12) bahwa Rusia ...