LIPI: Pertumbuhan Sektor Pertambangan Tidak Bermanfaat Besar
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan pertumbuhan ekonomi yang melesat pada sektor pertambangan selama beberapa tahun terakhir dinilai tidak bermanfaat besar bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
"Pertumbuhan yang sangat cepat di sektor pertambangan dan penggalian relatif tidak akan memberikan manfaat besar bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif," kata Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Maxensius Tri Sambodo, dalam konferensi pers di Gedung Widya Graha LIPI, Jakarta, Selasa (17/12).
Menurut dia, hal tersebut karena pertambangan merupakan sektor yang padat modal, dan bahkan dapat menghambat pertumbuhan sektor lainnya yang mampu menyerap tenaga kerja seperti sektor pertanian.
Dia mengemukakan, masalah lainnya yang dihadapi sektor pertambangan adalah kerusakan lingkungan yang dapat mengancam keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang.
Banyak Masalah Ketimbang Berkah
Maxentius juga menyorot bahwa pergerakan sektor migas yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan sektor nonmigas perlu menjadi titik perhatian pengambil kebijakan.
"Sejarah menunjukkan bahwa resource boom dapat mendorong aktivitas rent seeking dan rent distribution. Sehingga akan lebih banyak menyumbangkan masalah dibandingkan dengan berkah," kata dia.
Sebelumnya, LSM Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (CSF-CJI) mendesak pemerintah Republik Indonesia untuk segera menghentikan aktivitas tambang batu bara di berbagai daerah di Tanah Air yang merusak lingkungan hidup.
"Tuntutan kami kepada korporasi batu bara dan Pemerintah adalah untuk menghentikan tambang batu bara, untuk memberikan perlindungan hukum kepada para korban dan mengembangkan model adaptasi iklim nasional," kata Koordinator CSf-CJI Mida Saragih.
Menurut Mida, tambang batu bara di Indonesia sudah banyak mengakibatkan kerugian seperti di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, ada 54 perusahaan pertambangan menduduki 71 persen kawasan kota.
Selain itu, kata dia, perusahaan tambang membuat orang-orang kehilangan sumber air mereka untuk hidup sehari-hari dan pertanian, terjangkiti penyakit pernapasan, serangan banjir periodik, korban-korban tewas di lubang pertambangan batu bara, dan bahkan merusak infrastruktur publik, yaitu jalan, jembatan, dan gedung sekolah.
Energi Fosil
Sebagaimana diberitakan, CSF-CJI juga telah mendesak pemerintah RI untuk tidak lagi mengandalkan bahan baku fosil untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.
Pemerintah dalam dekade mendatang telah menetapkan bahan bakar fosil sebagai sumber energi dominan, dan sebagai pangsa terbesar dalam campuran energi (energy mix), di antaranya 85 persen bersumber dari bahan bakar fosil yaitu batu bara, minyak, dan gas bumi.
Mida mengkritik bahwa ketetapan "energy mix" yang tertuang di dalam Peraturan Presiden tentang Kebijakan Energi Nasional Nomor 5 Tahun 2006 berpotensi meningkatkan emisi gas rumah kaca.
"Eksploitasi energi fosil tersebut dapat meningkatkan emisi dari sektor energi, berkontribusi dalam kenaikan suhu global dan ini praktis bertubrukan dengan komitmen politik Presiden SBY dalam implementasi penurunan emisi gas rumah kaca nasional," ujarnya. (Ant)
Jaga Imun Tubuh Atasi Tuberkulosis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter Spesialis Paru RSPI Bintaro, Dr dr Raden Rara Diah Handayani, Sp.P...