LIPI: Terumbu Karang Indonesia Alami Proses Pemulihan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Tri Aryono Hadi mengatakan terjadi proses pemulihan pada kondisi terumbu karang Indonesia, baik secara alami maupun melalui konservasi.
"Terumbu karang Indonesia relatif stabil, ada 'recovery process' (proses pemulihan) dan saya menekankan bahwa terumbu karang yang jelek tidak berarti terumbu karang itu terdegradasi, tapi secara alami memang seperti itu, terutama di pantai barat Sumatera dan pantai selatan Jawa," kata Tri dalam seminar virtual Status Ekosistem Pesisir di Indonesia dan Pengelolaannya, Jakarta, Selasa (30/6).
Di Indonesia, katanya, ada 569 spesies termasuk pada 83 genus karang berbatu, yang mewakili 69 persen jumlah spesies karang di dunia. Dari jumlah tersebut ada beberapa spesies endemik yang ditemukan hanya di wilayah Indonesia, yaitu Acropora suharsonoi (Lombok), Euphyllia baliensis (Bali), Indophyllia macassarensis (Makassar), dan Isopora togianensis (Togean).
Tri menuturkan kawasan konservasi laut mendukung pemulihan dan pertumbuhan terumbu karang. Sementara di wilayah tanpa konservasi, kerap terjadi perusakan terumbu karang akibat aktivitas manusia seperti memancing dengan menggunakan dinamit atau bom (blast fishing).
Tri menuturkan berdasarkan data tahun 2019, dari 1.153 lokasi terumbu karang tercatat 33,82 persen (390 lokasi) berkategori buruk, 37,38 persen (431 lokasi) berkategori sedang, dan 22,38 persen berkategori baik (258 lokasi).
"Hanya 6,42 persen atau 74 lokasi terumbu karang yang berkategori sangat baik,” ujar Tri.
Tri mengatakan rata-rata nilai index kesehatan terumbu karang Indonesia adalah lima yang berarti terumbu karang di Indonesia berada dalam kategori medium dengan tingkat resiliensi atau potensi pemulihan tinggi, tapi rendah biomassa ikan.
"Kalau rata-rata dari tahun 1993-2019, hampir 70 persen terumbu karang di Indonesia persentasenya kurang dari 50 persen," tutur Tri.
Pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, dan wilayah Kepulauan Sunda Kecil mengalami banyak ancaman seperti gelombang tinggi, "blast fishing", pemutihan, dan sedimentasi.
Tri mengatakan di wilayah Indonesia bagian barat, secara umum kondisi pemulihan terumbu karang meningkat seperti di Lampung dan Bintan. Sementara pantai barat Sumatra menderita pemutihan (bleaching) tahun 2015, sementara pantai timur Sumatera dan Laut Natuna tidak terdampak pemutihan.
Di Indonesia bagian tengah seperti wilayah Kepulauan Sunda Kecil (Lesser Sunda Islands) terkena imbas pemutihan terutama di Lombok dan Sikka. Terumbu karang di wilayah Sikka tergolong rusak (poor) akibat pemutihan.
Sementara di daerah lain, yakni Makassar dan Wakatobi terjadi tren meningkat untuk pemulihan dan perkembangan terumbu karangnya. Daerah ini termasuk kawasan konservasi.
Daerah yang paling menderita akibat peristiwa pemutihan terumbu karang adalah Kepulauan Sunda Kecil sementara Sulawesi Selatan mengalami pemutihan yang tergolong ringan.
Potensi pemulihan terumbu karang di Sulawesi Selatan lebih baik daripada terumbu karang di Kepulauan Sunda Kecil. Sedangkan Indonesia bagian timur kurang terdampak peristiwa pemutihan terumbu karang.
Tri mengatakan aktivitas manusia yang merusak menjadi ancaman utama dalam proses pemulihan dan kelestarian terumbu karang. Aktivitas tersebut seperti memancing dengan menggunakan bahan peledak (blast fishing) dan pencemaran wilayah perairan. (Ant)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...