Literasi Digital Awal Cegah Anak dari Kekerasan Daring
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga (KPAPO) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kemen PPN/Bappenas) Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan literasi digital menjadi langkah awal cegah anak dari potensi perundungan dan kekerasan berbasis daring atau online (cyberbullying).
“Upaya mendasar yang bisa dilakukan adalah memberikan pemahaman, pengetahuan, dan edukasi yang menyeluruh guna meningkatkan literasi digital masyarakat,” kata Woro di Jakarta, Kamis (15/12).
Lebih lanjut, Woro berpendapat literasi digital diperlukan baik bagi orang tua maupun anak. Hal itu ditujukan agar keduanya mendapatkan wawasan mengenai risiko, pencegahan, hingga layanan bantuan yang tepat sasaran.
“Edukasi yang diberikan tak hanya sebatas pada definisi maupun faktor-faktor yang berkontribusi pada perundungan, namun juga apa yang bisa dilakukan oleh anak-anak dan remaja ketika mereka mengalami hal tersebut,” ujar dia.
Menurut Woro, usia paling ideal bagi anak untuk dikenalkan pada dunia online adalah di kisaran 13 dan 14 tahun.
Di rentang usia tersebut, anak dinilai sudah mendapatkan pengenalan yang cukup akan teknologi dari orang tua, pun dengan pengawasan yang diharapkan berlangsung terus-menerus agar penggunaan gawai dan teknologi digital dapat dimanfaatkan dengan bijak.
“Paling aman berada di usia 13 atau 14 tahun. Namun, kita harus ingat bahwa pada saat COVID-19, semua anak pegang gadget. Ini harus ada pengawasan dari orang tua. Orang tua harus tahu apa yang bisa dilakukan anak dengan gadget, website yang diakses, dan lainnya,” kata Woro.
Tak hanya dari sisi digital, ia menambahkan anak juga perlu dikenalkan dengan pengetahuan soal kesehatan reproduksi dengan cara dan pendekatan yang sesuai dengan usianya.
“Hal-hal tersebut harus diberi pemahaman. Kesehatan reproduksi dari remaja itu juga harus diberikan dan diperkuat pemahamannya oleh orang tua,” ujarnya.
Selain itu, Woro juga menyoroti peran masyarakat dan lingkungan sekitar agar peka terhadap perubahan yang terjadi di sekelilingnya, seperti contohnya jika muncul tanda-tanda kekerasan kepada anak.
“Kita juga perlu menguatkan dari sisi masyarakat untuk bisa mengidentifikasi kalau muncul kerentanan dari kekerasan. Masyarakat tidak boleh abai dan cuek. Sementara, pemerintah nanti akan bicara soal regulasi dan lainnya untuk memperkuat (pencegahan kekerasan terhadap anak),” kata dia.
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...