LSM Rekam Anggota DPR yang Dukung Pelemahan KPK
MAKASSAR, SATUHARAPAN.COM - Anggota DPR-RI dari Partai Golkar Hamka B Kady, akan dikampanyekan oleh Koalisi Masyarakat Antikorupsi di Sulawesi Selatan menjadi satu-satunya legislator asal Sulsel yang menyetujui Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU-KPK).
"Seluruh koalisi antikorupsi di Indonesia saat ini sedang melakukan pemetaan, siapa saja legislator yang mendorong dan mendukung upaya pelemahan KPK itu," kata Direktur Lembaga Anti Corruption Committe (ACC) Sulawesi Abdul Muttalib di Makassar, Kamis (8/10).
Dia mengatakan, adanya RUU KPK yang diusulkan oleh Badan Legislasi DPR-RI bukan saja melemahkan KPK, tetapi justru secara perlahan akan mematikannya atau membubarkannya.
"Ini adalah rencana besar yang dilakukan oleh para elite dan para pemodal dalam membubarkan KPK. Sebenarnya, ini bukan pelemahan tapi pembubaran secara perlahan," katanya.
Menurutnya, kampanye penting dilakukan agar masyarakat yang memilihnya, serta masyarakat Sulsel, bisa mengetahui kalau wakil rakyat mereka adalah orang yang mendukung pelemahan KPK.
Bukan cuma masyarakat antikorupsi di Sulsel yang melakukannya, melainkan seluruh masyarakat antikorupsi yang ada di setiap provinsi, agar rakyat mengetahui apa yang dilakukan wakil rakyat tersebut.
Hamka B Kady adalah legislator DPR-RI dua periode terpilih dari daerah pemilihan (Dapil) Sulawesi Selatan meliputi Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, dan Kabupaten Kepulauan Selayar.
"Jika dulunya saat mereka kampanye akan amanah, mewakili aspirasi rakyat, termasuk upaya pemberantasan korupsi, kenyataannya adalah ingin menghancurkan KPK," kata mantan Direktur LBH Makassar itu.
Sementara itu, Ketua Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Nonpemerintah (FIK Ornop) Asram Jaya, bersama lembaga antikorupsi lainnya di Indonesia dan khususnya di Sulsel, menolak Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) karena menilai hanya akan melemahkan tugas dan kewenangan lembaga tersebut.
Aktivis antikorupsi itu menuturkan, RUU KPK juga diundangkan hanya akan melemahkan tugas dan fungsi KPK karena banyak pasal membatasi kewenangan lembaga antirasuah tersebut.
"Seperti Pasal 13 disebutkan, KPK yang menangani perkara dengan kerugian negara paling sedikit Rp 50 miliar. Selain itu, tugas KPK hanya dibatasi selama 12 tahun sejak RUU diundangkan," katanya.
Selain itu, penyadapan terduga korupsi, nantinya harus memiliki bukti permulaan. Penyadapan tersebut juga harus dengan izin ketua pengadilan negeri.
Pasal 42 menyebutkan, KPK berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan, ini tentu bertentangan dengan undang-undang KPK yang berlaku sekarang ini.
"Karena itu, kami menyatakan menolak RUU KPK, karena banyak kewenangan dipangkas. Dan ini tentu tidak mendukung semangat pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.
Sebab itu, dia mengatakan, pihaknya menuntut DPR segera membatalkan rancangan UU KPK. DPR lebih baik memfokuskan dan mempersiapkan revisi UU KUHAP, karena lebih penting menyempurnakan aturan hukum yang ada.
"Kami juga mengajak seluruh masyarakat menolak RUU KPK. Penolakan ini perlu disuarakan karena revisi UU KPK ini merupakan kepentingan partai mengebiri pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya. (Ant)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...