Luput dari Lupus
Sebesar apa pun ketakutan itu, lebih baik diletakkan saja,
SATUHARAPAN.COM – ”Kalau kau pernah takut mati, sama!” Adalah lirik pembuka lagu berjudul Sampai Nanti Sampai Mati” karya milik grup band Letto. Lagu itu dibawakan ulang oleh kakak saya, versi akustik, lalu dikirim untuk saya yang saat itu tengah down. Siapa yang tak pernah takut mati? Saya kira setiap manusia pernah mengalaminya. Boro-boro takut mati, banyak orang bahkan takut pada kehidupan.
Waktu saya masih kelas X SMA, saya pernah takut mati. Saya pernah mereka-reka skenario bagaimana bila saya mati. Saya pernah merilis wasiat amatir untuk keluarga yang saya tinggalkan. Diary usang saya zaman SMA, tertanggal 2 Maret 2007, menjadi bukti autentik ketakutan saya. Saya menuliskan kesiapan dipanggil Tuhan sebab penyakit Lupus yang saya punya ini sungguh berat. Saya request, frasa Rest In Peace diganti menjadi Rest In Purple. Saya request pernik kematian saya bernuansa warna ungu. Goresan lugu yang justru saya tertawakan setelah lewat 8 tahun kemudian.
Ternyata saya belum mati. Saya masih hidup dan eksis hingga saat ini. Lupus tidak selamanya menjadi alasan utama ketakutan yang memojokkan saya sebagai korban. Perjalanan hidup mengizinkan saya bertemu dengan banyak sahabat Lupus dari berbagai tempat, latar belakang dan riwayat penyakit. Bila antarteman Lupus bertemu, topik yang mengalir adalah tentang dokter, obat, terapi, pola makan, aktivitas, atau keluhan yang dirasakan. Topik takut pun digulirkan secara tersirat juga dalam forum. Takut ketergantungan obat, takut tak punya biaya berobat, takut merepotkan orang lain, takut tak bisa memiliki keturunan, takut mati lebih cepat.
Systemic Lupus Erithematosus atau Lupus adalah jenis penyakit auto imun kronik. Sistem kekebalan tubuh berfungsi abnormal, bukan melindungi tubuh tetapi malah berbalik menyerang tubuh. Implikasinya pasien mudah jatuh sakit, dan butuh proses lama untuk sembuh. Polah lupus bahkan bisa saja merusak organ tubuh secara permanen. Lupus dengan kasus komplikasi parah dapat berakhir pada kematian. Kepergian teman-teman kami karena Lupus telah kami saksikan dengan mata kepala sendiri. Fakta mengerikan yang mempertebal ketakutan.
Namun, sebesar apa pun ketakutan itu, lebih baik kita letakkan saja. Karena rasa takut yang kita pelihara di hati, malah lebih parah bila dibandingan dengan kenyataan yang ada. Ketakutan tidak selalu terbukti, pun ketakutan tak akan menambah jatah usia kita walau sedetik. Ketakutan yang semestinya kita jaga adalah ketakutan yang dialamatkan kepada Tuhan, khalik langit dan bumi. Takut akan Tuhan justru yang akan memelihara kita, meluputkan kita dari marabahaya, termasuk Lupus.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...