MAARIF Institute: Negara Absen Melindungi Warga Teraniaya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Eksekutif MAARIF Institute Fajar Riza Ul Haq menyatakan negara absen dari tugasnya melindungi segenap warga negara di tengah penaniayaan atas kelompok minoritas, naiknya intoleransi di masyarakat, serta menguatnya simbolisasi keagamaan.
“Negara sepertinya absen dari tugasnya untuk melindungi segenap warga negara yang menjadi amanat konstitusi. Kami prihatin pada ketidakjelasan nasib jamaah Ahmadiyah dan komunitas Syi’ah yang jelas merupakan warga negara Indonesia yang harus dilindungi negara,” katanya di malam penganugerahan dan diskusi publik MAARIF Fellowship di Jakarta pada Kamis (19/6).
Di tengah kondisi kebhinnekaan dan sosial politik yang sedang terancam dan mengalami ujian, maka gagasan pembaharuan pemikiran Islam dan sosial tentang pentingnya menjaga pluralitas di negeri ini penting untuk direvitalisasi kembali.
“Pemikiran tentang Islam, Keindonesiaan, dan Kemanusiaan sangat layak untuk diwacanakan dan dipraktikkan secara serius di tengah kondisi bangsa yang sedang mengalami pergulatan mencari identitas keindonesiaan. Berbagai gagasan pemikiran Islam dan kemanusiaan yang progresif dan segar layak dipertimbangkan untuk memperkuat kebhinnekaan, kebangsaan, dan kemanusiaan di negeri ini,’ tegas Fajar Riza Ul Haq.
Sementara Buya Syafii Maarif, pendiri MAARIF Institute menegaskan “Kebhinnekaan yang mestinya menjadi anugerah untuk membangun keindonesiaan, justru banyak yang berusaha menegasikan dan menghilangkannya.”
Nilai-nilai luhur seperti Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika belum sepenuhnya diamalkan. Pelbagai kelompok yang mendaku dirinya paling benar sering memaksakan kehendaknya yang berwujud pada tindakan kekerasan. Hal itu baik secara verbal maupun fisik dan semakin agresif menunjukkan eksistensinya.
Latar belakang ituyang mendorong MAARIF Institute menyelenggarakan program MAARIF Fellowship (MAF).
“MAARIF Institute berusaha menjadikan program MAARIF Fellowship ini sebagai bentuk kaderisasi peneliti dan intelektual muda yang bisa memberikan manfaat pada bangsa ini. Kegiatan 2 (dua) tahunan ini diharapan bisa memberikan sumbangan terhadap peningkatan tradisi riset dan menulis di negeri ini,”kata Direktur Riset MAARIF Institute Ahmad Fuad Fanani.
Program MAARIF Fellowship yang dimulai sejak September 2013 ini dikawal para Dewan Juri yang terdiri dari Rikard Bagun, Sukardi Rinakit, Luthfi Assyaukanie, Ahmad Najib Burhani, dan Siti Ruhaini Dzuhayatin. Pada awal Desember 2013, Dewan Juri menentukan tiga penerima MAARIF Fellowship 2013, yaitu M. Zaki Arrobi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Pradita Devis Dukarno dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, dan Puti Hasanatu Syadiah dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta. Para penerima MAARIF Fellowship menjalani program fellowshipnya pada bulan Januari-April 2014. Hasil akhir dari riset para Penerima MAARIF Fellowship 2013 ini adalah M. Zaki Arrobi menulis “Pemuda (Pos)-Islamis: Islamisme dan Gerakan Mahasiswa Pasca-Soeharto di Indonesia”, Pradita Devis Dukarno menulis “Sunda Kecil Pascakolonial: Desentralisasi Wilayah dan Pembentukan Identitas”, dan Puti Hasanatu Syadiah menulis “Spirit Al Ma’un dan Peran Muhammadiyah dalam Membangun Keadilan Sosial-Ekonomi”.
Malam penganugerahan dan diskusi publik MAARIF Fellowship diselenggarakan di Jakarta pada Kamis (19/6). Para Penerima MAARIF Fellowship akan mempresentasikan hasil riset mereka dan Muhammad Najib Azca dari Universitas Gadjah Mada dan Ulil Abshar Abdalla dari Freedom Institute akan membahasnya. Turut hadir pada acara malam ini beberapa tokoh intelektual nasional seperti Nirwan Ahmad Arsuka, Luthfi Assyaukanie, Nirwan Dewanto, Ahmad Najib Burhani, Alpha Amirrachman, dan Andar Nubowo.
Editor : Bayu Probo
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...