Magang ke Luar Negeri Jadi Modus Baru Perdagangan Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dalam tiga bulan terakhir kasus trafficking dan eksploitasi yang menyasar anak di bawah umur, menunjukkan kompleksitas kasus yang memprihatinkan. Hal itu terlihat dari modus baru kejahatan dari mulai trafficking dan eksploitasi seksual, anak masuk dalam jeratan prostitusi, serta anak dieksploitasi untuk kepentingan ekonomi. Mereka dilibatkan dalam pekerjaan buruk hingga program sekolah magang palsu ke luar negeri.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengemukakan hal itu dalam konferensi pers di Jakarta hari Selasa (3/4), yang dilansir situs kpai.go.id.
"Ada modus umrah, ada modus beasiswa, melalui perkawinan, modus wisata, dan bahkan terakhir melalui magang. Seolah resmi, tapi itu tampaknya menjadi pintu masuk perdagangan anak," kata Susanto.
KPAI mereview tren kasus trafficking dan eksploitasi anak di awal tahun 2018, meliputi anak korban trafficking 8 kasus, anak korban eksploitasi seks komersial anak 13 kasus, anak korban prostitusi 9 kasus, dan anak korban eksploitasi ekonomi 2 kasus.
Jumlah tersebut menjadi bola salju jika melihat akumulasi data Bareskrim Polri bidang PTPPO 2011-2017, menunjukkan angka 422 kasus anak korban kejahatan trafficking dengan modus tertinggi yakni eksploitasi seksual. Begitu pula data yang dihimpun IOM (International Organization for Migration), yang menunjukkan tahun 2005 sampai 2017 sebanyak 8.876 korban trafficking dan 15 persennya atau sebanyak 1.155 korban adalah anak.
Retno Listiyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, mengatakan, sindikat perdagangan orang yang secara khusus beroperasi di Nusa Tenggara Timur, mampu dengan mudah membujuk siswa untuk magang di luar negeri tanpa sertifikasi kompetensi alias pelatihan, menggunakan paspor dengan visa kunjungan, serta tanpa kartu tenaga kerja luar negeri.
"Ternyata sekolah yang ditawarkan justru memiliki kebanggan, itu yang selama ini mereka jual. Artinya mereka bangga bahwa alumni mereka atau lulusan yang bersekolah di tempat mereka, magangnya keluar negeri," kata Retno.
Padahal, menurut Retno, tanpa melalui pelatihan dan tidak menggunakan visa kerja artinya ada hak-hak anak yang diabaikan saat magang di luar negeri. Selain itu, dalam beberapa kasus jenis pekerjaan magang tidak sesuai dengan jurusan pendidikan yang sedang mereka tempuh.
Retno menambahkan, ada beberapa perusahaan di luar negeri yang mempekerjakan siswa magang asal Indonesia hingga 18 jam sehari. Kondisi itu kian diperparah karena situasi yang mereka hadapi tidak terpantau oleh Kementerian Luar Negeri atau kantor perwakilan diplomatik Indonesia di negara bersangkutan karena menggunakan visa kunjungan dan bukan visa kerja.
Modus baru magang namun disertai praktik eksploitasi termasuk katagori trafficking, terlebih lagi mereka ditempatkan di luar negeri yang seharusnya memiliki standarisasi magang yang saling memberikan keuntungan.
Menurut Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Tengah, saat ini jumlah korban mencapai total 138 orang, terdiri atas 86 korban dari NTT dan Jawa Timur, sedangkan 52 korban berasal dari SMK Kendal, yang kini tengah disidangkan di PN semarang.
KPAI, melalui koordinasi dengan Polda NTT Bidang Trafficking menyampaikan data trafficking yang menyasar anak dari tahun 2016 sampai 2018 mencapai 38 kasus, secara keseluruhan di luar modus magang di atas.
Pelaku program magang palsu tersebut sudah menjadi terdakwa, yakni Windy, Direktur PT Sofia yang bekerja sama dengan PT Walet Maxim Birdnest milik Albert Tei di Selangor Malaysia.
Untuk itu, KPAI menyerukan dan mengajak masyarakat untuk menjadi pengawas secara partisipatoris di lingkungan masyarakat. Masyarakat agar memiliki kepedulian, keberanian dan tergerak hatinya untuk mengadukan dan melaporkan segera jika terjadi hal-hal janggal yang berkaitan dengan perdagangan orang terutama menyasar anak-anak.
Khusus dalam kasus di Jawa Tengah, KPAI akan terus mengawasi agar proses hukum berjalan sesuai prinsip-prinsip perlindungan anak. Para pelaku dan korporasi dapat dituntut dan dikenai UU PTPPO dengan sanksi pencabutan izin usaha serta UU No 35 Tahun 2014, tentang Perlindungan Anak, yakni hukuman pidana maksimal 15 tahun sekaligus harus memenuhi hak restitusi bagi korban, yang telah mengalami kerugian baik materi dan non materi.
KPAI juga, membuka posko pengaduan untuk korban lain di berbagai sekolah yang diduga masih banyak kasus magang di daerah-daerah lain berkedok penempatan ke luar negeri. KPAI meminta, semua sekolah kejuruan waspada terhadap modus baru sindikat perdagangan orang dengan modus program magang palsu ke luar negeri.
KPAI mendorong Kemdikbud RI, untuk mengawasi ketat program magang di luar negeri bagi siswa SMK, dan juga wajib memantau ke perusahaan-perusahaan di negara tujuan yang direkomendasi tersebut, yang menjadi tempat magang para siswa Indonesia.
KPAI mendorong, Kemdikbud RI dan Dinas-dinas Pendidikan di seluruh Indonesia untuk memasifkan sosialisasi ke sekolah-sekolah kejuruan, agar sekolah dan siswa tidak tertipu dengan program magang palsu. Siswa kejuruan harus dipersiapkan untuk siap kerja dan dilindungi dari eksploitasi.
Editor : Sotyati
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...