Mahasiswa Brawijaya Berusaha Patenkan Alat "Error"
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sejumlah mahasiswa Universitas Brawijaya (UB), pencipta alat bantu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) saat terjadi tindak kekerasan bernama "Emergency Reporter on Underwear (Error)", berusaha mematenkan alat tersebut melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Brawijaya (LPPM-UB).
"Kerja sama dengan perusahaan, maupun lembaga resmi pemerintahan belum kami lakukan, karena menunggu proses paten alat yang sedang kami lakukan," ujar salah seorang mahasiswa pencipta "Error", Hanifah saat dihubungi via telepon kepada Antara, Senin, (14/7) .
"Error" merupakan alat, untuk membantu Tenaga Kerja Indonesia (TKI), saat terjadi tindak kekerasaan, yang dilengkapi dengan Global Positioning System (GPS) serta Real Time Clock (RTC).
Alat, yang digagas oleh mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP), yaitu Hanifah R, Deviana Hadriati dan Ema Lutviana, yang bekerja sama dengan mahasiswa Fakultas Teknik (FT), yakni Ahmad F, Irfan Maulana dan Septian Sanjaya, masih terus dikembangkan, terutama dalam teknologi sensor otomatis.
"Ke depan, alat ini akan dikembangkan, untuk menggunakan teknologi sensor otomatis. Alat ini masih memerlukan tombol, yang harus ditekan oleh korban saat korban tersebut dianiaya," ujar Hanifah.
Alat, yang diikutkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Karsa Cipta (PKM-KC), mendapatkan pendanaan dari, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud, sebesar Rp9,25 juta.
Dana selama ini digunakan oleh Hanifah dan kawan-kawannya, untuk kegiatan pembuatan dan pengujian alat itu. "Error" akan lebih cepat memberikan informasi kepada pihak lain, jika terjadi sesuatu pada TKI, karena langsung terhubung dengan server dibandingkan alat komunikasi yang lain.
Alat itu telah diuji coba di Malang, Batu serta Pasuruan, dan terbukti dapat melaporkan koordinat posisi pengguna secara tepat dan akurat serta tidak terbatas oleh dimensi ruang dan jarak.
"Dalam bayangan kami nanti, server akan terpusat di instansi resmi pemerintah, yakni di kantor Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), atau instansi resmi lainnya, seperti Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI)," kata Hanifah.
Ia menyebutkan, nantinya setiap server di luar negeri bisa dikelola dengan BNP2TKI atau kementerian terkait di Indonesia (Jakarta), agar pemerintah dapat melakukan pengontrolan terhadap TKI di luar negeri, khususnya mengetahui TKI yang menjadi korban tindak kekerasan," pungkas Hanifah. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...