Majelis Nasional Prancis Setujui UU Yang Melawan Islamis
PARIS, SATUHARAPAN.COM- Majelis Nasional Prancis telah menyetujui undang-undang yang dirancang terutama untuk melawan kebangkitan Islamisme di kota-kota yang menurut pemerintah mengancam persatuan nasional.
Undang-undang tidak memilih pada agama tertentu, tetapi menindak praktik-praktik seperti kawin paksa dan tes keperawanan.
Ini termasuk tindakan keras terhadap pembela online atas tindakan kekerasan, pengawasan yang lebih ketat terhadap asosiasi agama, dan pembatasan yang lebih ketat untuk pendidikan anak-anak di luar sekolah umum.
Populasi Muslim Prancis diperkirakan berjumlah sekitar lima juta orang, banyak yang berasal dari keluarga di Aljazair atau bagian lain dari bekas koloninya.
Prancis telah mengalami gelombang serangan militan Islamis dalam beberapa tahun terakhir, dan mengatasi ekstremisme agama, sementara identitas Prancis, dan keamanan domestik akan menjadi masalah besar dalam pemilihan presiden tahun depan.
RUU itu disampaikan kepada parlemen pada peringatan 115 tahun undang-undang yang mengabadikan pemisahan negara dan agama di Prancis, namun RUU tersebut telah dicap oleh beberapa pihak di kiri sebagai serangan terhadap Islam dan terlalu lemah oleh kelompok sayap kanan dan beberapa kelompok konservatif.
Undang-undang tersebut mewakili "serangan kuat" oleh negara sekuler, kata Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin. "Ini teks yang sulit... tapi perlu bagi Republik," kata Darmanin kepada radio RTL menjelang pemungutan suara.
RUU tersebut disahkan oleh 347 suara melawan 151 suara di majelis rendah parlemen, di mana partai berkuasa sentris dari Presiden Emmanuel Macron dan sekutunya memegang mayoritas suara. Undang-undang sekarang beralih ke Senat, di mana oposisi kanan-tengah mendominasi.
Perdebatan seputar hukum menjadi lebih berat setelah kejadian pada 16 Oktober, yaitu pemenggalan kepala seorang guru sekolah, Samuel Paty, oleh seorang remaja Islamis. Pelaku mengatakan dia ingin menghukumnya karena menayangkan kartun Nabi Muhammad di kelas tentang pada diskusi tentang kebebasan berbicara.
Pemimpin sayap kanan Prancis, Marine Le Pen, menuduh Darmanin tidak menangani Islamis radikal secara langsung. "Anda membatasi kebebasan setiap orang dengan mencoba mengubah kebebasan beberapa Islamis," katanya kepada Darmanin dalam debat pekan lalu, mengacu pembatasan pada home-schooling. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...