Malam Penganugerahan South To South Film Festival 2014
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Malam penganugerahan South To South Film Festival 2014 diadakan di Goethe-Institut, Jakarta Pusat pada Selasa (18/3) malam. Acara ini merupakan acara puncak yang telah digelar selama lima hari, mulai dari Jumat (14/3) hingga Selasa (18/3).
Sebanyak 63 film dokumenter dan fiksi bertemakan lingkungan dari berbagai negara dan Indonesia telah ditayangkan. Tidak hanya itu, ada pula diskusi yang mengangkat cerita tentang Tujuh Perempuan Pejuang Pangan di mana mereka berjuang sendiri untuk memberdayakan perempuan dan lingkungan tanpa ada bantuan dari pemerintah. Selain diskusi dan pemutaran film, standup comedy juga turut memeriahkan acara ini. Arie Kriting dan Ernest Prakasa adalah tokohnya. Kedua comic ini mengangkat tema tentang “Indonesia Kita”.
Pemenang Film Dokumenter dengan Isu Lingkungan
“Menolak Menyerah” berhasil meraih penghargaan sebagai kategori Pemenang Film Dokumenter South To South Film Festival 2014. Film yang mengangkat tema tentang Lumpur Lapindo kali ini disutradarai oleh Bambang Hadi Purwanto dan diproduksi oleh DAAI TV.
“Saya mewakili Bapak Bambang Hadi Purwanto sangat senang dan bangga meraih penghargaan ini,” kata Sapto Agus Irawan kepada satuharapan.com. “Ini adalah film kedua yang kami buat dengan mengangkat tema yang sama yaitu lumpur Lapindo. Kami ingin mengingatkan kembali kepada masyarakat dan pemerintah untuk tidak melupakan kejadian ini.”
Menurut para juri, film ini dinilai berdasarkan kefasihan pembuat film dan mengemasnya dengan cara yang baik dan pas.
Film Terbaik Dokumenter South to South Film Festival 2014
“Tambaksari Last Land” adalah film yang berhasil meraih penghargaan sebagai Film Terbaik Dokumenter South To South Film Festival 2014. Film bercerita tentang contoh nyata dari bencana ekologis yang diakibatkan perubahan iklim. Dalam cerita tersebut hanya ada satu desa yang masih bertahan di Desa Tambaksari dengan sisa enam kepala keluarga.
Film ini disutradarai oleh Fajar Kuncoro dan diproduksi oleh Bingkai Indonesia.
Menurut para juri, film ini dinilai karena singkat dan padat pesan dalam pengemasan film.
Pemenang Film Fiksi
Dalam kategori Film Pendek Fiksi, “Menuk” yang disutradarai oleh Bobby Prasetyo dan diproduksi oleh Titik Tengah, Yogyakarta ini mampu meraih penghargaan sebagai Pemenang Film Fiksi.
Film ini bercerita tentang perempuan yang berusaha melarikan diri dari sindikat perdagangan perempuan dan ingin membebaskan perempuan-perempuan lainnya dari mereka.
Para juri menilai bahwa film ini mampu mengemas perdangangan perempuan dengan sangat baik.
Film Fiksi Terbaik
Film fiksi terbaik jatuh kepada “Lawuh Bolet” yang disutradarai oleh Misyatun dari Pedati Film SMK Negeri 1 Rembang, Purbalingga.
Film ini bercerita tentang ubi yang menjadi pilihan terakhir ketika warga miskin di desa tidak mendapatkan jatah beras miskin karena berbagai hal.
Film yang dikemas dengan sederhana dan mampu membuat penonton tertawa ini sangat sarat makna dan berhasil menarik hati para juri untuk memberi penghargaan kepada film ini.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...