Maman Ungu, Gulma Berpotensi Antikanker
SATUHARAPAN.COM – Tanaman maman ungu atau Cleome rutidosperma, mengutip untan.ac.id, adalah tumbuhan berdaun lebar yang termasuk dalam salah satu anggota famili Capparidaceae. Maman ungu termasuk salah satu gulma yang tumbuh di perkebunan kelapa sawit. Spesies ini adalah gulma invasif, di seluruh daerah tropis basah dataran rendah Asia dan Australia.
Maman ungu, sering luput dari perhatian karena tumbuh liar, biasanya di pinggir jalan, sawah, atau ladang. Bunganya kecil, tapi sangat cantik dan unik. Mahkotanya cuman 3-4 helai, warnanya ungu, berderet di salah satu sisi saja. Benang sari dan putik menonjol dengan warna biru-ungu.
Maman ungu berpotensi sebagai antikanker karena mengandung golongan senyawa potensial antikanker, seperti alkaloida dan flavonoida.
Menurut ccrc.farmasi.ugm.ac.id, walaupun belum banyak diteliti, ternyata mengandung golongan senyawa potensial antikanker, seperti alkaloida dan flavonoida, yang keduanya berpotensi sebagai regulator negatif onkogen (kelompok gen pengatur daur sel) dan regulator positif gen tumor suppressor, sehingga berpotensi sebagai antikanker.
Sebagai gen tumor suppressor, seperti protein p53 dan protein Retinoblastoma (pRb). Protein Rb mampu mengikat protein E2F (faktor replikasi), sehingga siklus sel akan dihambat.
Mekanisme flavonoid sebagai antiproliferatif sel kanker juga dapat melalui inaktivasi senyawa karsinogen (berkaitan dengan interaksi antara flavonoida dan enzim yang berperan dalam metabolisme, misalnya enzim Gluthation S-Transferase), menghambat angiogenesis dan sebagai antioksidan.
Pemerian Tanaman Maman Ungu
Maman ungu, dikutip dari academia.edu, memiliki batang tegak, termasuk batang basah (herbaceous). Permukaannya licin, dan bersegi empat.
Daunnya daun majemuk beranak-daun tiga. Daun maman ungu duduk berhadapan bersilang, bentuk bulat, tipis lunak, tepi rata, ujung tumpul, pangkal bulat telur, dan permukaan licin.
Maman ungu tumbuh hingga tinggi 0,15-0,80 m, dan berbunga sepanjang tahun. Daun mahkota bunga dengan ujung runcing seperti cakar, berwarna biru atau ungu, bulu-bulu halus pendek.
Tumbuhan ini dikutip dari core.ac.uk, dimanfaatkan sebagai bahan sayur di wilayah kawasan Gunung Salak, demikian juga di Jember, di wilayah Kecamatan Sukorambi dan sebagian di Rambipuji. Daun yang masih mentah berasa pahit, tetapi akan berkurang rasa pahitnya setelah direbus atau dimasak.
Tanaman maman ungu menurut Wikipedia memiliki nama ilmiah Cleome rutidosperma, D.C. Di Indonesia dikenal dengan mana maman ungu, atau juga dikenal dengan nama daerah cacabean.
Maman ungu dikutip dari prota4u.org, adalah rumput tropis yang tumbuh di daerah pesisir. Tumbuh meluas dari Senegal ke Angola, khususnya di daerah pesisir, tetapi sering meluas ke pedalaman. Kadang-kadang juga ditemukan di tempat lain di Afrika, misalnya sebagai gulma di Afrika Timur (Uganda, Tanzania). Di Nigeria itu menjadi gulma di sawah. Di Afrika Barat kadang-kadang dibudidayakan.
Daun maman ungu yang dikumpulkan dari alam liar biasanya dibuat bahan sup. Daunnya memiliki rasa pahit seperti mustar. Di Uganda, daun maman ungu kadang ditabahkan dalam pembuatan mentega ('ghee') untuk memberikan rasa lebih.
Di Ghana, Gabon, dan Kongo, daunnya juga dimanfaatkan untuk menyembuhkan sakit telinga dan gangguan pendengaran. Di Ghana, ekstrak daun digunakan untuk mengobati kulit yang teriritasi, dan di Nigeria digunakan untuk mengobati kejang.
Di Malaysia, penanaman maman ungu di sekitar tepi lapangan dapat dianggap sebagai bagian dari program pengendalian serangga. Namun, di beberapa daerah (seperti Filipina dan Australia) Cleome rutidosperma adalah gulma yang merepotkan.
Manfaat Herbal Tanaman Maman Ungu
Literatur dan studi ilmiah mengenai keampuhan tanaman maman ungu atau Cleome rutidosperma, D.C., masih sangat terbatas. Senyawa yang bertanggung jawab untuk aktivitas ini tidak diketahui dengan pasti.
Dikutip dari farmasi.ugm.ac.id, Cleome rutidosperma dapat digunakan sebagai antifeedant (pengganti herbisida) untuk tanaman Brassica adalah spesies hama Plutella xylostella (L.). Penguapan minyak memiliki aktivitas dapat mengiritasi kulit.
Maman ungu, mengandung tioglukosida (dikenal sebagai glukosinolat), yang melepaskan isotiosianat (minyak menguap) jika tanaman dihancurkan. Selain itu tanaman ini juga mengandung alkaloid dan flavonoid yang jenisnya belum diketahui.
Anindya Bose dkk, dari Departemen Farmasi dan Sains Universitas Anusandhan India, meneliti aktivitas antimikroba dari Cleome rutidosperma, D.C. Hasilnya menunjukkan kegunaan potensial Cleome rutidosperma dalam pengobatan berbagai penyakit patogen.
Tim peneliti dari Departemen Teknologi Farmasi, Universitas Jadavpur, Kolkata, dan Sekolah Ilmu Farmasi, Lembaga Pendidikan dan Penelitian Teknis, Jagamara, Jagamohan Nagar, Bhubaneswar, Orissa, meneliti aktivitas antimikroba dari maman ungu. Hasil penelitian ini menunjukkan kegunaan potensial maman ungu dalam pengobatan berbagai penyakit patogen.
Dr Sumanta Mondal dari Sekolah Farmasi GITAM Rushikonda, Visakhapatnam, Andhra Pradesh India, meneliti ekstrak akar dari maman ungu untuk aktivitas penyembuhan luka pada tikus, menggunakan eksisi dan model luka sayatan masing-masing.
Hasil penelitian menunjukkan hewan yang diberi perlakuan dengan metanol dan ekstrak air akar maman ungu menunjukkan tingkat penyembuhan luka yang lebih cepat dibandingkan dengan ekstrak lain yang diteliti. Penelitian ini membenarkan penggunaan akar maman ungu untuk aktivitas penyembuhan luka seperti yang diklaim dalam literatur mengenai obat tradisional.
Tim peneliti Departemen Fisiologi Veteriner, Biokimia dan Farmakologi, Universitas Ibadan, Ibadan, Nigeria, meneliti efek antihiperglikemik maman ungu pada alloxan-diinduksi diabetes pada tikus. Penelitian ini menunjukkan maman ungu memiliki efek antihiperglikemik dengan onset aksi yang lebih cepat dan kontrol glikemik yang lebih baik dibandingkan glibenclamide.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...