Manfaatkan Peluang: Menjadi Manajer Interim
SATUHARAPAN.COM - Krisis ekonomi Indonesia dan peristiwa 11 September 2001 di Amerika Serikat sama-sama menimbulkan dampak negatif. Peristiwa yang pertama membuat banyak perusahaan di sini menjadi pasien Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Sedangkan yang peristiwa kedua mengakibatkan tidak sedikit maskapai penerbangan dunia gulung tikar. Pengaruhnya bahkan menjangkau hingga ke Australia dengan kebangkrutan maskapai penerbangan Anzett Australia.
Kedua kejadian tadi membuat ribuan tenaga eksekutif berpengalaman menjadi pengangguran. Secara finansial umumnya tenaga eksekutif tadi memang sudah aman. Paling tidak rumah, mobil, tabungan atau usaha sampingan masih mereka miliki.
Namun, dalam aktualisasi diri ada sesuatu yang hilang dalam diri mereka akibat ketiadaan tempat untuk mencurahkan segala kemampuan mereka. Tetapi, sungguh beruntung, mereka kini punya peluang menjadi manajer interim (sementara).
Istilah manajer interim lebih dikenal di Inggris. Sedangkan di AS, orang mengenalnya sebagai executive leasing atau head renting. AS merupakan salah satu pelopor praktik manajer interim ketika CEO Apple Corporation, Gil Amelio, mengangkat Steven Jobs sebagai CEO interim pada September 1997.
Setahun sebelumnya, PepsiCo Inc. menunjuk Karl von der Heyden sebagai CFO (Chief Financial Officer) dan wakil presiden direktur untuk masa satu tahun. Sebagai mantan pimpinan di RJR Nabisco, von der Heyden ditugaskan untuk membenahi masalah operasional dan keuangan Pepsi hingga perusahaan itu meraih taraf kelas dunia.
Sementara di Indonesia, Angky Camaro, yang mantan eksekutif Indomobil, juga menjadi semacam manajer interim bagi Kelompok Sampoerna. Lihat saja, pendekatan iklan perusahaan itu sekarang, sungguh berbeda ketika masih di tangani Surja S Handoko.
Yang disebut terakhir itu, setelah hengkang ke Kelompok Bentoel konon ikut membidani lahirnya konsep “Si Kotak Biru” Bentoel Mild.
Manajer interim merupakan penempatan sementara manajer berkualifikasi tinggi untuk menangani tugas-tugas darurat perusahaan. Disebut darurat karena masalah yang dihadapi menyangkut hidup matinya perusahaan.
Tugas-tugas itu antara lain turnaround atau pemulihan usaha, memulai usaha, menutup usaha, merger dan akuisisi, proyek teknologi informasi, rasionalisasi dan restrukturisasi, serta masalah perencanaan suksesi pimpinan perusahaan.
Finansial Aman
Mengapa kini banyak perusahaan menyewa manajer interim?
Salah satu keuntungan menyewa manajer interim itu, perusahaan memperoleh kemampuan pihak luar yang berpengalaman melakukan perubahan tetapi dengan biaya hanya separo dibandingkan bila perusahaan menyewa konsultan manajemen.
Di luar negeri menyewa seorang manajer interim paling sedikit perlu biaya 600 dolar AS per hari. Sedangkan biaya konsultan dapat lebih dari itu karena ada konsultan yang mengenakan tarif per jam.
Manajer interim juga lebih murah dibandingkan merekut manajer senior. Tak ada biaya tersembunyi lain selain fee di atas. Sementara seorang manajer senior biasanya menuntut kendaraan pribadi dari perusahaan, dana pensiun, opsi saham, uang cuti dan seterusnya. Manajer interim tidak membutuhkan itu semua karena mereka secara finansial sudah aman.
Selain itu, tidak seperti konsultan manajemen, manajer interim bertanggung jawab penuh atas jalannya perusahaan. Dia dituntut pula untuk melakukan insourcing atau memberdayakan sumber daya yang sudah ada di perusahaan. Dengan demikian perusahaan tak perlu lagi mengeluarkan ongkos untuk outsourcing.
Dibandingkan dengan manajer muda, menyewa manajer interim juga lebih menguntungkan. Mempekerjakan manajer muda berarti perusahaan mengeluarkan uang untuk berinvestasi pada potensi keterampilan mereka.
Sedangkan menyewa manajer interim perusahaan membayar untuk pengalaman track record mereka yang sudah terbukti. Oleh karena itu, umumnya manajer interim berusia antara 40-an hingga 50-an tahun.
Manajer interim tampaknya bakal menjadi pilihan kerja yang menyenangkan setelah masa pensiun. Hal itu dibuktikan Jay A Conger, professor asal University of Southern California, yang pernah mengajar di Harvard dan INSEAD.
Jay mewawancarai beberapa eksekutif dari pelbagai generasi. Pada Generasi Diam - yakni mereka yang dilahirkan antara 1925 dan 1942, yang umumnya keluarga mereka pernah mengalami masa Depresi 1930-an – biasanya dicekoki orangtuanya tentang pentingnya keamanan kerja.
Mereka itu disebutnya Company Man, yang merupakan manajer-manajer perusahaan pada tahun 1950-an hingga 1970-an.
Kemudian muncul Babby Boomers. Mereka lahir antara 1942 hingga 1963. Mereka berkembang menjadi Yuppies pada tahun 1980-an. Sikap pemberontakan mereka dipengaruhi oleh Perang Vietnam dan skandal Watergate, yang membuat mereka tidak mempercayai para penguasa politik.
Menyusul kemudian Generasi X. Mereka merupakan produk dari pasangan suami-istri karier dan meningkatnya angka perceraian. Mereka lebih berpendidikan dari pendahulunya dan lebih mengutamakan uang ketimbang status.
Kedua generasi tersebut terbukti tidak loyal untuk bekerja pada satu perusahaan saja.
Bila 30 tahun lalu lulusan perguruan tinggi memilih perusahaan top seperti Unilever, IBM, dan Citibank untuk memulai karier, kini lulusan perguruan tinggi dari kedua generasi tadi lebih memilih bekerja di perusahaan konsultan besar.
Kalau generasi Company Man yang memilih meniti karier di Unilever, pensiun pada usia 58 tahun sebagai direktur, tetapi pada generasi “Babby Boomers” dan “Generasi X” bisa pensiun di usia 40 tahun dengan pengalaman menangani puluhan konsultasi perusahaan besar dengan gaji lebih besar.
Hebatnya, di masa pensiun yang sudah aman secara finansial itu, mereka tetap laku sebagai manajer interim. Artinya, mereka makin tua makin kaya saja.
Anda berminat menjadi manajer interim?
Editor : Eben E. Siadari
Risiko 4F dan Gejala Batu Kantung Empedu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter spesialis bedah subspesialis bedah digestif konsultan RSCM dr. Arn...