Mangga Kasturi, si Manis Ikon Flora Kalimantan Selatan
SATUHARAPAN.COM – Mangga kasturi menurut Wikipedia adalah buah mangga spesifik Kalimantan Selatan, dan telah ditetapkan pada 1989 oleh Menteri Dalam Negeri sebagai identitas flora Provinsi Kalimantan Selatan
Mangga kasturi berukuran lebih kecil daripada mangga biasa. Dagingnya berwarna jingga gelap.
Rasanya manis dan beraroma sangat khas, sehingga masyarakat Banjarmasin sangat menggemarinya. Ada lagu lama yang bercerita tentang buah ini, “Seharum kasturi, seindah pelangi, semuanya bermula”.
Buahnya berukuran kecil, hanya sekitar 6 cm dengan berat 80-100 gram. Namun, buah ini rasanya manis. Buahnya yang lebat, dapat mencapai ribuan dalan satu pohon.
Daging buah mangga kasturi mengutip dari botanix.kpr.eu, berwarna oranye dan bertekstur serabut dengan bau harum manisnya yang unik. Daging buahnya memiliki kandungan serat yang tinggi.
Buahnya dapat dimakan langsung atau diproses menjadi selai kasturi. Tidak seperti pohon buah tropis lain yang dapat tumbuh dengan cepat, mangga Kalimantan tidak ditanam dalam skala besar di Indonesia karena proses pertumbuhannya yang lambat. Budidaya mangga Kalimantan hanya dapat ditemukan di wilayah Mataram di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Berkurangnya populasi mangga kasturi dikarenakan banyak pohon buah-buahan mangga lokal termasuk mangga kasturi, yang ditebang untuk digunakan sebagai bahan bangunan. Di samping itu, adanya eksploitasi hutan berupa penebangan liar (illegal logging), dan pembukaan hutan untuk permukiman dan perkebunan (kelapa sawit) dikhawatirkan akan merusak ekosistem dan habitat alami tanaman buah kerabat mangga.
Morfologi Mangga Kasturi
Pohon mangga kasturi, mengutip dari ub.ac.id, bisa mencapai tinggi 25 m dengan diameter batang ± 40 – 115 cm. Kulit kayu berwarna putih keabu-abuan sampai cokelat terang, kadangkala terdapat retakan atau celah kecil ± 1 cm berupa kulit kayu mati dan mirip dengan Mangifera indica.
Daunnya bertangkai, berbentuk lanset memanjang dengan ujung runcing, dan pada kedua belah sisi tulang daun tengah terdapat 12 – 25 tulang daun samping. Daun muda menggantung lemas dan berwarna ungu tua.
Bunga majemuk berkelamin ganda dengan bentuk bunga rasemos dan kerap kali berambut rapat. Daun kelopak bulat telur memanjang. Daun mahkota bulat telur memanjang dan bunga berbau harum. Benang sari sama panjang dengan mahkota, staminodia sangat pendek dan seperti benang sari yang tertancap pada tonjolan dasar bunga.
Buah berbentuk bulat sampai ellipsoid. Ukuran buahnya relatif kecil dibandingkan spesies mangga lain. Beratnya sekitar 50 hingga 84 gram tiap buahnya.
Sebelum matang, buah ini berwarna hijau. Ketika matang, warnanya berubah menjadi cokelat atau ungu-hitam dan memiliki permukaan mengkilat, sering disertai warna ungu muda. Pola warnanya juga menjadi ukuran perbedaan keberagaman mangga kasturi.
Daging buah ini berwarna oranye dan bertekstur serabut dengan bau harum manisnya yang unik. Daging buah kasturi memiliki kandungan serat tinggi. Biji batu dengan dinding yang tebal. Mangga ini berbuah pada awal musim hujan atau sekitar bulan Januari.
Mangga kasturi ini menurut Wikipedia memiliki nama ilmiah Mangifera casturi. Secara lokal dikenal sebagai kasturi, merupakan tumbuhan yang tergolong dalam genus Mangifera, termasuk dalam famili Anacariaceae, ordo Anacardiales, dan Klas Dicotyledonae (tumbuhan biji berkeping dua).
Terdapat tiga varietas Mangifera casturi. Varietas mangga ini dikenal masyarakat Kalimantan Selatan dengan sebutan kasturi, cuban, kastuba, asem pelipisan, palipisan.
Mangga kasturi yang bernama Latin Mangifera casturi, Kosterm., mengutip dari lipi.go.id, pertama kali dideskripsikan oleh AJGH Kostermans, ahli botani warga negara asing sekitar 1993. Ketika itu, ia meneliti spesimen mangga kasturi di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi Lembaga IlmuPengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Kabupaten Bogor.
Namun, jauh sebelumnya, yakni 1978, seorang peneliti bernama Ding Hou, sudah terlebih dahulu menemukan pohon mangga ini di habitat asilnya di wilayah Martapura, Kalimantan Selatan.
Ketika itu, Hou menganggap mangga kasturi merupakan satu jenis dengan Mangifera quadrifida. Sampai pada akhirnya, seorang bernama Dilmy membawa spesimen tanaman ini ke Herbarium Bogoriense.
Tak diketahui jelas kapan Dilmy membawa spesimen itu. Sampailah pada 1993, Kostermans menyatakan mangga itu adalah jenis yang berbeda dengan Mangifera quadrifida, melainkan jenis tersendiri, yakni Mangifera casturi. Saat ini, mangga kasturi sudah tidak ditemukan lagi di habitat aslinya, begitu pula di hutan wilayah Indonesia lain.
Status Mangga Kasturi
Mengutip dari ub.ac.id, dari 31 jenis marga Mangifera yang ditemukan di Kalimantan, tiga jenis di antaranya bersifat endemik. Berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri No 48 Tahun 1989 tentang identitas flora masing-masing provinsi, tumbuhan Mangifera casturi ditetapkan menjadi identitas flora Provinsi Kalimantan Selatan.
Mangga kasturi adalah tumbuhan endemik khas Kalimantan Selatan yang keberadaannya terancam punah. Populasi taksonnya cenderung berkurang, baik dalam segi jumlah individu, populasi maupun keanekaragaman genetisnya. Status kelangkaan buah ini dianalisis dengan menggunakan kategori dan kriteria tumbuhan langka menurut IUCN Red List Categories 30 November 1994.
Tim penilai dari World Conservation Monitoring Centre pada tahun 1998 menetapkan Mangifera casturi berada pada kategori punah in situ atau “extinct in the wild = EW”.
Mangga ini diketahui hanya hidup dan tumbuh secara alami di kebun hutan dan atau kawasan konservasi lain, namun tidak ditemukan lagi di habitat asli.
Manfaat Herbal Mangga Kasturi
Buah kasturi, mengutip dari greeners.co, umumnya dipanen pada saat sudah masak. Apabila dipanen sebelum masak berpengaruh terhadap kualitas aroma dan warna buah. Oleh karena itu, walaupun mempunyai kulit yang tebal dan keras, buah tidak dapat disimpan lebih dari 6 hari. Pohon mangga kasturi memiliki keunikan yaitu umurnya berpuluh-puluh tahun dan tumbuh di pekarangan atau di hutan.
Hasil penelitian menunjukkan mangga kasturi memiliki kandungan terpenoid dan polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan yang baik, sehingga dapat menjadi dasar penemuan obat-obatan baru.
Sri S Antarlina (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Identifikasi Sifat Fisik dan Kimia Buah-buahan Lokal Kalimantan”, Buletin Plasma Nutfah, Vol 15 No 2: 87, menyatakan jenis tumbuhan ini merupakan jenis endemik yang tumbuh khas di daerah Kalimantan Selatan.
Dahlena Ariyani dan kawan- kawan (2010), dalam studi “Isolasi Senyawa Fenolat Berkhasiat Sitotoksik dari Kulit Batang Kasturi (Mangifera casturi)”, Sains dan Terapan Kimia, Vol 4 No 2: 102, menyatakan selama ini masyarakat hanya memanfaatkan buah kasturi untuk dikonsumsi, karena rasa buahnya yang manis dan aromanya yang khas. Sedangkan bagian tumbuhan lain seperti batang, akar, dan daun, belum dimanfaatkan.
Menurut Kamilia Mustikasari dan Dahlena Ariyani (2008) dalam penelitiannya berjudul “Studi Potensi Binjai (Mangifera caesia) dan Kasturi (Mangifera casturi) sebagai Antidiabetes melalui Skrinning Fitokimia pada Akar dan Batang”, Sains dan Terapan Kimia, Vol 2 No 2: 65, menyatakan akar dan batang dari tumbuhan kasturi mempunyai kandungan senyawa fitokimia, yakni mengandung saponin dan tanin. Terdapatnya saponin dalam akar dan batang kasturi semakin mendukung potensi tanaman tersebut sebagai obat diabetes karena saponin berperan aktif dalam mengobati diabetes.
Sedangkan Nanang Fakhrudin dan kawan-kawan, dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, meneliti aktivitas antiinflamasi ekstrak metanolik buah mangga kasturi. Buah mangga kasturi dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan dan potensial untuk pengobatan berbagai penyakit termasuk penyakit yang berhubungan dengan inflamasi.
Penelitian yang bertujuan untuk menguji aktivitas antiinflamasi dari ekstrak metanol buah mangga kasturi itu dilakukan melalui uji migrasi leukosit pada mencit yang diinduksi thioglikolat. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji post hoc multiple comparison Games Howell dengan tingkat kepercayaan 95 persen, menunjukkan ekstrak metanolik buah mangga kasturi dosis 1250 dan 2500 mg/Kg BB, mempunyai potensi antiinflamasi melalui penghambatan migrasi leukosit pada mencit yang diinduksi thioglikolat.
Tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, meneliti “Efek Imunostimulator Ekstrak Daun Kasturi (Mangifera Casturi) pada Mencit”. Penelitian bertujuan untuk mengetahui manfaat imunostimulator daun kasturi, untuk meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis sel makrofag mencit. Hasil penelitian menunjukkan daun kasturi dapat digunakan sebagai imunostimulator.
Tim peneliti Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, meneliti uji antibakteri infusa kulit batang mangga kasturi terhadap bakteri Escherichia coli secara in vitro. Berdasarkan kajian terdahulu saponin, tanin, dan flavonoid potensial menghambat pertumbuhan bakteri. Ketiga metabolit sekunder tersebut menurut hasil uji fitokimia terkandung dalam kulit batang kasturi.
Penelitian dilakukan untuk menguji pengaruh pemberian infusa kulit batang kasturi pada berbagai konsentrasi dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli secara in vitro dan mengetahui konsentrasi berapa infusa kulit batang kasturi paling menghambat pertumbuhan bakteri E coli.
Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan pemberian infusa kulit batang kasturi berpengaruh nyata (< 0,05) terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri E coli. Konsentrasi paling menghambat pertumbuhan bakteri E coli adalah konsentrasi 50 persen.
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...