Mantan Komisioner KPK Pertanyakan Komitmen Ahok Berantas Korupsi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Provinsi DKI Jakarta didera sejumlah kasus korupsi belakangan ini. Bahkan, total kerugiannya mencapai hingga Rp 277,9 miliar pada 2014-2015.
Demikian dikatakan mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M Jasin, dalam diskusi RMOLJakarta Talk dengan tema "Evaluasi Pemberantasan Korupsi di DKI", Jalan Raya Kalibata, Rawajati, Jakarta Selatan, hari Selasa (8/12).
"Besaran itu terbagi dalam kerugian pengadaan UPS sebesar Rp186,4 miliar, printer dan scanner sebesar Rp 89,4 miliar, serta pengadaan enam judul buku senilai Rp 2,1 miliar," kata dia.
Jasin menambahkan, kerugian tersebut berpeluang untuk bertambah besar, lantaran belum termasuk kasus pengadaan lahan RS Sumber Waras, Grogol, Jakarta Barat.
"Itu nominalnya masih dapat bertambah, jika memang benar, bahwa pembelian RS Sumber Waras itu terjadi indikasi korupsi," kata Inspektorat Kementerian Agama ini.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sendiri sudah menyerahkan hasil audit investigatif pembelian tanah RS Sumber Waras kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ada enam penyimpangan yang terendus dalam audit itu, yakni perencanaan, penganggaran, tim, pengadaan, penentuan harga, serta penyerahan hasil.
KPK sendiri bakal mencermati dahulu audit investigasi ini, guna memastikan jumlah kerugian negara serta mendalami pihak mana yang harus bertanggung jawab.
Eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi M. Jasin mengatakan, nasib Pemprov DKI Jakarta di bawah komando Gubernur Ahok dalam kasus ini menunggu gelar perkara yang dilakukan KPK.
"Ya menunggu gelar perkara KPK," kata dia.
Gelar perkara sendiri dilakukan dalam waktu lima hari. Biasanya dari Senin hingga Jumat. Di hari terakhir itulah keputusan gelar perkara.
"Makanya ada istilah Jumat Keramat," kata dia.
Jasin kemudian mengatakan, biasanya hasil audit investigatif masih mentah. KPK mesti mengolah ulang audit tersebut untuk menemukan dua alat bukti menetapkan seseorang tersangka.
"Seperti dalam audit Century, data dari BPK masih mentah. Kemudian kita kaji dan hasilnya ada dua tersangka dalam kasus itu, salah satunya Budi Mulya," kata dia.
Jasin kemudian menyatakan Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Basuki Tjahja Purnama atau Ahok, dianggap gagal menerapkan Rancangan Pemberantasan Korupsi (RPK).
Padahal, kata M Jasin, RPK merupakan komitmen daerah untuk membantu pemerintah memberantas korupsi daerah.
Kegagalan Ahok menerapkan prinsip RPK, bisa terlihat dari maraknya kasus korupsi yang terjadi.
Jasin mengungkapkan, hal itu didasari dari terjadinya kasus pengadaan UPS, scanner, Printer 3D, dan enam judul buku untuk sejumlah sekolah.
"RPK belum berfungsi di bawah kepemimpinan Ahok. Sehingga muncul berbagai kasus korupsi seperti pengadaan UPS, buku, printer dan lainya," kata Jasin.
Semestinya, kata Jasin, bila RPK diterapkan dengan baik, bisa mencegah terjadinya tindak korupsi.
"RPK ini lebih mengedepankan fungsi internal. Mereka harusnya bisa terlebih dahulu mampu mendeteksi potensi terjadi korupsi," kata Jasin.
Masih kata Jasin, mengungkapkan, korupsi yang umumnya terjadi di DKI Jakarta dengan modus penggelembungan nilai proyek (mark up).
"Kebanyakan korupsi yang terjadi di DKI itu terkait mark up anggaran," kata dia.
Modus tersebut, sambungnya, terindikasi pada pembelihan lahan RS Sumber Waras seluas 3,6 ha senilai Rp 755 miliar.
"Soalnya, masalah lahan itu, kalau tidak tukar guling, ya...pastinya mark up," jelasnya.
Inspektorat Kementerian Agama ini menambahkan, luran dan camat yang memiliki kewenangan untuk menentukan harga tanah, juga berpeluang terjadinya mark up.
"Apalagi, untuk harga lahan atau tanah itu ada kelasnya. Nah, itu yang mungkin jadi pertimbangan BPK untuk menolak pembelian lahan RS Sumber Waras," kata dia.
Modus mark up, kata Jasin, diduga juga diterapkan pada penngadaan sejumlah perangkat keras. "Seperti ups, scanner," kata dia.
DKI Diduga Provinsi Terkorup
Direktur CBA Uchok Sky Khadafi mengatakan, Pemprov DKI diduga adalah Provinsi paling korup di Indonesia, fakta itu ia sampaikan berdasarkan audit investigasi dari BPK tahun 2014 yang menyatakan peringkat pertama adalah Provinsi DKI Jakarta, Kedua Provinsi Aceh dan Ketiga adalah Sumatra Utara.
"Dari semua Provinsi, Provinsi DKI diduga yang paling tinggi tingkat korupsinya," kata
Uchok mengatakan berdasarkan data, tingkat kerugian negara di Provinsi DKI mencapai Rp 1,4 Triliun dengan 290 kasus korupsi, menyusul di Provinsi Aceh kerugian negara mencapai Rp 858 milliar dengan 82 kasus korupsi dan Sumatra Utara sebesar Rp 770 miliar dengan 435 kasus korupsi.
"Yang dimaksud dengan ranking provinsi terkorup karena ada penyimpangan dalam mengelolah anggaran negara," kata dia.
Dijelaskan Uchok, hasil itu berdasarkan audit sampel BPK pada 30 persen di tiap pos anggaran dengan melihat aset dan dokumen dan ditemukan banyak penyimpangan anggaran.
"Inilah wajah provinsi kita tidak ada yang bersih ini baru indikasi korupsi di pos anggaran belanja belum termasuk pos anggaran pendapatan," kata dia.
Menurut Uchok, pelaku korupsi lebih mudah melakukan korupsi di pos pendapatan masuk dari pendapatan tidak ada yang tahu seperti pendapatan pajak, retribusi daerah dan perijinan.
"Banyak pejabat bermain di pendapatan seperti ijin dan pajak, contohnya pengusaha yang enggan membayar pajak," kata dia.
Uchok kemudian mempertanyakan komitmen Ahok soal antikorupsi.
"Gubernur terlalu banyak omong, sok bersih," ujarnya.
Zero Corruption Omong Kosong
Wakil Gubernur DKI 2007/2012, Prijanto, menilai, kasus korupsi di lingkungan pemerintahan ibukota kian menggeliat.
Sebab, katanya, Ahok cenderung melakukan pembiaran terhadap beberapa kasus korupsi di ibukota.
Ini terindikasi dari sikap pejabat asal Belitung itu yang tidak bersikap terhadap sesuatu yang berpotensi menimbulkan persoalan di kemudian hari.
"Kalau ada dua perusahaan bertikai, dan sudah diketahui siapa yang benar dan siapa yang salah, maka menyarankan kepada perusahaan yang diduga salah untuk membatalkan proyeknya atau akan saya laporkan," kata dia.
Prijanto menambahkan, korupsi di Jakarta kian menggeliat, lantaran beberapa tahun terakhir ada empat kasus besar. Itu, juga membuktikan jargon yang diusung Ahok pada 2012 silam, Jakarta Zero Corruption, tak terealisasi.
Rinciannya, kasus Taman BMW, pengadaan lahan RS Sumber Waras, kebijakan tunjangan kinerja daerah (TKD) dinamis, dan pengadaan bus Transjakarta.
"Kalau saya KPK, saya tangkap Ahok," kata mantan Aster KSAD itu. (PR)
Editor : Eben E. Siadari
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...