Mantan Menko Perekonomian: Gejala Perlambatan Ekonomi Adalah Gejala Mendunia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mantan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti menyebut pelemahan pertumbuhan ekonomi global di beberapa negara dunia tidak dimungkiri sebagai tren pada 2015.
“Tren pelemahan ekonomi global dengan pemulihan yang tidak merata di beberapa negara seperti sekarang ini tidak dapat dimungkiri mengarah ke fase baru keadaan ekonomi dunia,” kata Dorodjatun dalam pemaparannya di ANZ Economic Outlook 2015 yang digelar di Fairmont Hotel, Jakarta, Kamis (22/1).
Dorodjatun menasihati pemerintah saat ini harus memperhatikan financial policy (kebijakan sektor finansial) terutama ketahanan fiskal sebagai antisipasi tekanan-tekanan ekonomi global yang makin kuat di 2015.
“Jangan hanya mengandalkan kebijakan moneter, karena pengalaman membuktikan jika hanya kebijakan moneter kita akan sulit mengantisipasi tekanan ekonomi global," kata Dorodjatun
Ia mengingatkan pemerintah untuk benar-benar serius menjaga defisit anggaran agar tidak melebihi 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Dalam acara yang membahas perspektif ekonomi Indonesia turut hadir Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Harjanto, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP Saut Hutagalung dan Staf Ahli Bidang Logistik dan Multimoda Kementerian Perhubungan Sugiharjo.
Dorodjatun menasihati pemerintah saat ini harus mengantisipasi pelebaran defisit neraca transaksi berjalan, karena ekspor komoditi Indonesia akan terus melemah.
Menurut dia, tantangan ekonomi global di 2015 akan makin menguat karena perang harga minyak dunia akan terjadi, karena harga minyak dunia akan bersaing sepanjang tahun. Indonesia terkena imbasnya dengan fluktuasi tersebut sehingga harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi turut bergejolak.
Pertama kali harga BBM direvisi pada 18 November 2014. BBM jenis premium naik menjadi Rp 8.500 per liter, dari sebelumnya Rp 6.500 per liter. Sedangkan Solar naik dari Rp 5.500 per liter menjadi Rp 7.500 per liter.
Rata-rata kenaikannya Rp 2.000 per liter. Kebijakan ini diambil, karena saat itu stok BBM menipis gara-gara konsumsi meningkat. Anggaran pemerintah juga sudah defisit, karena harus terus impor BBM dan menanggung subsidi yang besar.
Namun, kemudian di akhir tahun, harga minyak dunia justru anjlok hampir 50%. Kondisi ini membuat pemerintah pimpinan Jokowi kembali mengubah harga BBM. Selain menurunkan harga, pemerintah juga mengambil kesempatan rendahnya harga minyak untuk menghilangkan subsidi di bensin premium.
Pada 1 Januari 2015, harga bensin premium akhirnya diturunkan menjadi Rp 7.600 per liter. Pemerintah tak lagi memberi subsidi bensin beroktan 88 ini. Sedangkan harga solar turun menjadi Rp 7.250 per liter, masih disubsidi Rp 1.000 per liter.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...