Mantan Sekum PGI: Mega Harus Bertobat!
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Umum Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) 2004-2009, Richard Daulay mengkritisi soal kejadian rapat paripurna di DPR kemarin yang berakhir ricuh, solusi yang paling tepat adalah partai pemenang pemilu harus bisa merangkul partai dari koalisi lainnya.
“Solusinya, Megawati harus bertobat, dia tidak bisa lagi menerapkan politik konservatif dengan berpikir bahwa dialah partai pemenangnya. Politik itu berdinamika, harus memanfaatkan semua jaringan lobi, karena kalau nanti Jokowi-JK mengajukan RAPBN dan RAPBD atau RUU, bisa terhambat di parlemen, dan membuat macet pemerintahan,” ucap Daulay yang ditemui satuharapan.com usai diskusi publik “Mencari Ketua Umum PGI” di Wisma 76, Grogol, Jakarta Barat, Jumat (3/10).
Maka dari itu, menurut Daulay PDIP harus bisa menggandeng Demokrat. “Kuncinya Mega harus bisa bersalaman dengan SBY, dan itulah politisi, kemarin boleh berkelahi sekarang harus jadi kawan, dalam politik tidak boleh ada musuh yang abadi, kalau tidak merangkul musuh ya jangan masuk politik,” kata dia.
Gereja senantiasa mengkritisi politik bukan dalam arti gereja ingin membentuk partai politik dan merebut kekuasaan, karena itu bukan panggilan gereja. Tugas gereja yaitu politik moral dan politik kenabian, yakni positif, kritis, kreatif (bisa menggantikan yang buruk dengan yang lebih baik) dan realistis.
“Atas dasar itu, gereja harus mengkritisi kebijakan-kebijakan negara, artinya terhadap kebijakan politik di negara, PGI memang tidak boleh diam” ungkap pria yang menjadi salah satu dari tiga kandidat Ketua Umum PGI 214-2019 itu.
Kemudian Daulay menjelaskan sedikit tentang teladan gaya kepemimpinan Yesus Kristus yang bisa memimpin dengan santun, berdialog dengan musuh-musuhnya dengan cara makan bersama, akan tetapi Yesus juga bisa keras dan berteriak manakala Ia melihat kezaliman, seperti ketika Yesus memimpin demo bersama murid-muridnya menjungkirbalikan pedagang-pedagang yang berjualan di Bait Allah, pada Mateus 23 Yesus pernah menghardik pemimpin umat dan pemimpin negara pada waktu itu, yaitu negara boneka kaisar Romawi yang bernama Sanhedrin, imam kepala, dan farisi, menyebut mereka orang munafik.
Nabi-nabi di perjanjian lama, itulah yang harus ditiru oleh gereja. Gereja juga perlu mengkritisi negara dalam hal keadilan, maka dirasakan perlunya gereja membentuk semacam komisi hukum dan hak asasi manusia, untuk membantu memastikan instrumen-instrumen negara seperti aparat, dan lembaga negara lainnya bekerja sesuai konstitusi.
“Produk hukum di Indonesia banyak yang tabrakan, karena DPR tidak serius dalam membuatnya, kerjanya hanya berantem terus, misalnya seperti UU Pilkada itu yang tidak matang, tidak komprehensif,” pungkasnya.
Editor : Bayu Probo
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...