Manusialah Aktornya
Berkait dengan perubahan, tak sediki orang berhenti pada kata "akan".
SATUHARAPAN.COM – ”Serigala dan anak domba akan bersama-sama makan rumput, singa akan makan jerami seperti lembu dan ular akan hidup dari debu. Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di segenap gunung-Ku yang kudus.” (Yes. 65:25).
Demikianlah nubuat Yesaya berkenaan dengan umat Allah sendiri. Inilah visi. Bukan visi manusia, tetapi visi Allah atas umat-Nya. Nubuat ini sejatinya adalah visi Allah sendiri.
Nubuat Yesaya ini mungkin membuat kita bertanya-tanya: ”Mungkinkan semuanya itu terjadi? Jika itu terjadi, apakah itu akan terjadi di sana dan nanti, di surga sana; atau memang mungkin terjadi di sini dan kini, di bumi ini?”
Kritikan ateisme terhadap kekristenan ialah karena orang Kristen lebih menekankan kehidupan di surga, ketimbang di bumi. Kekristenan dipandang sebagai candu masyarakat karena masyarakat terbuai dengan hal-hal yang akan datang dan lupa dengan tugas di bumi.
Nubuat Yesaya ini tak hanya bicara soal surga, tetapi juga bumi. Pasti akan terwujud di kehidupan sana, tetapi juga dapat diwujudkan di bumi sini. Lalu, siapa yang mewujudkannya?
Dalam nubuat sebelumnya jelaslah, Allah yang menciptakannya. ”Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati” (Yes, 65:17). Allah adalah Pribadi yang bertindak. Tindakan-Nya adalah menciptakan langit baru dan bumi baru. Dan manusia dipanggil untuk terlibat di dalamnya.
Langit baru dan bumi baru berarti pula pembaruan manusia. Dengan kata lain, Allah menciptakan manusia baru. Oleh karena itu, bicara soal pembaruan, kita bisa menyatakan bahwa yang dibarui adalah akal budinya. Berkaitan dengan akal budi baiklah kita tetap ingat bahwa akal budi terdiri atas dua kata: akal dan budi. Berbicara soal akal budi tidak melulu berkaitan dengan kognisi, pikiran, tetapi juga menyentuh afeksi, hati. Yang semuanya itu terwujud dalam tingkah laku sehari-hari. Jadi yang berubah ialah seluruh kemanusiaan.
Persoalannya, maukah manusia diubah oleh Allah sendiri. Di sinilah kelemahan utama manusia. Banyak orang senang dengan hal baru, tapi sedikit orang yang mau melakukan perubahan. Pada kenyataannya perubahan itu memang menyakitkan. Berkait perubahan, tak sedikit orang berhenti pada kata ”akan”. Ujung-ujungnya status quo.
Sekali lagi, semua itu hanya mungkin terjadi, jika manusia mau diubah diri dan terus memperbarui diri. Dengan kata lain, manusialah aktornya. Manusia pulalah yang membuat agar visi Allah itu sungguh menjadi kenyataan. Tak hanya di surga, juga di bumi.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Polusi Udara Parah, Pengadilan India Minta Pembatasan Kendar...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan tinggi India pada hari Jumat (22/11) memerintahkan pihak berwe...