Maria Ressa: Pemred Situs Berita Rappler Filipina Dibebaskan dengan Jaminan
FILIPINA, SATUHARAPAN.COM – Maria Ressa, jurnalis peraih berbagai penghargaan bergengsi, telah dibebaskan dengan jaminan, sehari setelah ditangkap otoritas hukum Filipina atas tuduhan fitnah-siber.
Ressa adalah Pemimpin Redaksi Rappler, situs berita yang selama ini kritis terhadap Pemerintah Filipina.
Ia ditangkap di kantor pusatnya pada hari Rabu (13/2) oleh agen dari Biro Investigasi Nasional.
Organisasi dan kelompok kebebasan pers melihat penangkapan Ressa sebagai upaya pemerintahan Duterte untuk membungkam lembaga pers.
Dakwaan terbaru terhadap Ressa berasal dari laporan tujuh tahun lalu terkait dengan dugaan hubungan seorang pengusaha dengan mantan hakim di pengadilan tertinggi Filipina.
Penangkapan itu dilakukan hanya dua bulan setelah Ressa dilaporkan mengajukan jaminan bebas terkait dugaan pemalsuan pajak, yang ia katakan juga “direkayasa”.
Jika ia dihukum hanya berdasarkan satu tuduhan penggelapan pajak, Ressa dapat ditahan sampai sepuluh tahun penjara.
Sementara tuduhan cyber-libel dapat menghukum seseorang sampai 12 tahun penjara.
Sebelumnya, Presiden Rodrigo Duterte membantah bahwa tuduhan terhadap Ressa dilatari motivasi politik.
Namun demikian di hadapan umum Duterte menyebut Rappler sebagai “penyebar berita bohong”. Dia kemudian melarang jurnalis Rappler meliput acara-acaranya.
Dan, tahun lalu, Pemerintah Filipina mencabut surat izin terbit situs berita tersebut.
Ressa adalah wartawan veteran Filipina yang sebelum mendirikan Rappler, menghabiskan kariernya dengan CNN - pertama sebagai kepala biro di Manila dan kemudian di Jakarta.
Ia juga merupakan wartawan investigatif utama media AS tersebut terkait dengan terorisme di Asia Tenggara.
Ia memenangkan sejumlah penghargaan internasional karena liputannya dan dipilih menjadi Time Magazine Person of the Year tahun 2018 karena usahanya mempertanyakan tanggung jawab kekuasaan di lingkungan yang semakin memusuhinya.
Francis Lim, kuasa hukum Rappler, mengatakan awalnya kasus pencemaran nama baik jarang digunakan, tetapi sekarang dimunculkan kembali.
“Itu artinya hukum dapat diputar oleh kekuatan sebagai senjata melawan jurnalis yang mengekspos kesalahan mereka kepada publik,” katanya kepada Kantor berita Reuters.
Juru bicara Presiden Duterte menegaskan pemerintah tidak ada hubungannya dengan kasus pencemaran nama baik, dan tidak menargetkan terhadap wartawan kritis. (bbc.com)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...