Martha Tilaar: Kesuksesan Diawali dari Mimpi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Mimpi saya dulu, saya ingin pulang untuk mempercantik perempuan Indonesia dan juga dunia dengan kekayaan alam dan kearifan budaya Indonesia,” kata Martha Tilaar (76). Ia berbagi pengalaman suksesnya di acara Global Environment Facility – Small Grant Program (GEF-SGP) pada Kamis (12/9) di Hotel Atlet, Jakarta Selatan.
“Ketika almarhum bapak saya bertanya punya berapa duitnya, saya bilang tidak punya. Lalu, kita mengumpulkan adik-adik, untuk bergotong royong, yang juga merupakan the local wisdom (kearifan lokal Indonesia) bagi perusahaan kami (Martha Tilaar Group). Ayah saya 30 persen, adik-adik saya 30 persen, kakak saya dokter dan baru menikah 10 persen, dan dari yang lainnya sampai 100 persen.”
“Saya bisa punya salon sebesar 4 x 6 meter di garasi rumah saya yang terletak di sekitar jalan Diponegoro – Imam Bonjol, Jakarta Pusat, dan setelah itu saya mendapatkan hair dresser dari Gunung Kidul yang berhasil saya latih. Lalu bagaimana cara mengiklankan?”
“Saat itu saya lama tinggal di Amerika jadi tidak punya banyak teman di Indonesia, tapi ada seorang teman tukang koran yang bersedia memasukkan brosur saya ke korannya, dan saya kasih uang tip, yang bertuliskan, “I’m American beautician, and I would like to serve you”, dan segala macam layanan saya masukkan di brosur seperti manicure, pedicure, dan segala macam perawatan kecantikan lainnya.”
“Ternyata ada yang menelepon saya yaitu duta besar Amerika, klien saya pertama kali. Jadi, setelah itu usaha saya berjalan dari mulut ke mulut sampai kepada ibu menteri, ibu wapres. Persoalan saya selanjutnya adalah salon yang tempatnya terlalu kecil. Akhirnya untuk menghemat biaya, kami memutuskan tinggal di garasi, sementara rumah kami untuk salon. Ini terjadi sekitar 40 tahun lalu, saat itu industri kecantikan belum berkembang seperti sekarang ini.”
Menjadi manusia DJITU
“Gusti Putri dan Gusti Nurul dari Keraton Mangkunegara, Solo, menerima saya dan rekan saya, profesor dari Universitas Udayana sekitar 40 tahun lalu. Mereka mengungkapkan semua rahasia kecantikannya kepada kami. Pada saat itu saya tidak punya uang, tapi saya hanya punya keterampilan dan komitmen, maka saya yakin pasti bisa menghasilkan sesuatu dari sini.”
Sebuah filsafat kuno mengatakan ‘you can’t change the world, but you can change yourself’. Martha mengungkapkan untuk melakukannya harus menjadi manusia yang DJITU, yakni Jujur, Disiplin, Iman (sekarang inovasi), Tekun (komitmen), dan Ulet (kerja keras, konsisten).
Kesuksesan adalah suatu proses, bukan instan. Prinsip perusahaan kami ‘think globally, act locally’, menggabungkan prinsip-prinsip serta budaya lokal Indonesia, yang disesuaikan dengan kebutuhan global.
Menjaga Harmoni
“Filsafat dari bahasa sansekerta mengatakan ‘Tri Mitra Kerana’, adalah tiga prinsip utama kami yaitu menjaga harmoni antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.”
“Ilmu yang saya dapatkan dari kampung jamu, jika kamu mengunakan tanaman untuk bisnis, kamu harus menanam kembali. Inilah yang dilakukan perusahaan yakni melatih petani dari 33 provinsi untuk menjalani organic training, agar kami bisa mendapat hasil panen yang homogen. Karena kalau tidak, saat diekstraksi jadi kurang bagus hasilnya.”
“Prinsip kedua, kalau kita mendapat untuk maka harus berbagi. Kami mempunyai training center untuk anak-anak yang tidak dapat sekolah. Awalnya saya bertemu dengan salah satu anak-anak Indonesia yang menjadi pelacur di Thailand dan Hongkong, karena tidak punya uang dan tidak bisa sekolah, ketika sudah kena AIDS mereka malah diusir begitu saja.”
“Maka dari itu kami memutuskan mengambil semua anak-anak yang tidak mempunyai uang untuk sekolah, untuk kami latih di training center. Semua biaya pendidikan, makan, dan tempat tinggal gratis, lalu mereka juga mendapatkan uang jajan.”
Berkah Dari Ide Kearifan Lokal
“Sudah 27 tahun saya menggali kearifan lokal warna-warna dari daerah-daerah seluruh provinsi di Indonesia. Tahun 1998, di saat yang lain mengalami krisis, tapi kami bertahan. Ketika saya melihat nenek-nenek yang sedang menenun di Minangkabau, Sumatera Barat, saya menanyakan warna dominan apa yang ada di Minang, lalu dijawabnya ada dua yakni kuning dan merah.”
“Maka saya pulang dan bilang pada insinyur saya buat lipstik dua warna. Terciptalah ‘Pusako Minang’ lipstik dengan dua warna, yakni gold and red, gold and pink, gold and brown. Pabrik di Pulogadung yang tadinya tutup 2-3 hari, tapi kini kami bisa full time berproduksi. Dengan ‘Pusako Minang’ tersebut usaha meningkat sampai 400 persen. Jika kita mau melestarikan budaya leluhur, maka Tuhan selalu memberkati usaha kita.”
Editor : Bayu Probo
Bertemu PM Pakistan, Prabowo Bahas Peningkatan Kerja Sama Ek...
KAIRO, SATUHARAPAN.COM-Presiden Prabowo Subianto melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menter...