Masalah Asap dalam Kinerja Pemerintahan
SATUHARAPAN.COM – Pada masa kampanye pemilihan presiden, Joko Widodo, sempat berjanji akan menuntaskan masalah kabut asap dari pembakaran ladang di Sumatera dan Kalimantan akan tuntas pada tahun 2015. Sayangnya, setelah menjadi presiden, asap masih menjadi masalah bagi wilayah tersebut. Maka pantas bahwa rakyat menagih apa yang dijanjikan presiden.
Joko Widodo memang kemudian mengunjungi daerah yang dilanda ’’ bencana’’ tahunan akibat ulah manusia ini. Dan di lapangan Presiden menyatakan agar pelakunya ditindak tegas, dan jika terbukti hak atas lahan pada yang bersangkutan bisa dicabut. Rakyat sekarang menunggu pernyataan itu menjadi tindakan yang nyata.
Kalah oleh Asap
Masalah asap sebenarnya masalah lama yang menandai betapa ‘’payah’’ pemerintahan selama ini dalam mengatasi masalah yang satu ini. Presiden Soeharto pada tahun 1996 pernah mengeluarkan kebijakan program pembukaan lahan tanpa pembakaran, dan kebijakan itu juga ternyata tumpul, dan masalah asap tetap membesar pada tahun tahun berikutnya.
Akibat penyebaran asap yang bersumber dari lahan yang tengah dibuka untuk perkebunan ini yang paling nyata adalah terganggunya penerbangan dan pelayaran akibat jarak padang yang terbatas. Banyak penerbangan, dalam beberapa pekan, bahkan bisa berlangsung dalam beberapa bulan, tertunda. Kerugian ekonomi sangat nyata dalam kasus ini.
Namun masalah ini merupakan bom waktu masalah kesehatan yang serius. Secara nyata kasus penyakit pernafasan meningkat di daerah-daerah yang selimuti asap yang merupakan material polutan ini. Setidaknya, pada kasus tahun ini sekitar 25 juta warga terpapar pencemaran oleh asap pembakaran itu.
Masalah kesehatan akibat asap bisa merupakan masalah jangka panjang, dan bisa menjadi bom waktu pada masa yang akan datang, terutama berkaitan dengan organ pernafasan. Kerugian besar bukan hanya terbatas pada masalah ekonomi, tetapi juga beban sosial yang bisa lebih serius.
Di sisi lain, secara ekologis, pembukaan lahan dengan cara dibakar merupakan kerusakan lingkungan yang lebih serius. Sudah banyak penelitian yang menyebutkan akibat terkait dengan hilangnya cadangan air tanah, serta hilangnya begitu banyak species yang merupakan kekayaan flora dan fauna. Sangat mungkin pembakaran menyebabkan hilangnya species yang belum teridentifikasi. Kerusakan ini bahkan tidak mungkin untuk dipulihkan.
Asap di Pemerintahan
Akar masalah ini adalah kebebalan dan tumpulnya penegakkan hukum pada pemerintahan. Sumber asap, titik panas dan lokasi pembakaran sebenarnya telah teridentifikasi dengan jelas. Demikian juga dengan pemilik lahan, perusahaan atau perorangan, yang menjadi sumber asap. Jadi, bagaimana bisa selama ini tidak bisa dilakukan tindakan tegas secara hukum. Sebaliknya, pemerintah dan lembaga negara menjadi pemadam kebakaran dengan mengeluarkan banyak biaya.
Pemerintah dan penegak hukum semestinya tidak menghadapi kesulitann untuk menyeret para pelaku. Jika ada hambatan besar, maka kemungkinan masalah ini melibatkan pihak yang kuat, atau memiliki jaringan hingga di pemerintahan dan penegak hukum. Performa pemerintah daerah dan pusat selama sering sebagai ‘’pecundang’’ dan sudah sangat memalukan. Apakah tahun ini juga akan menjadi pecundang?
Masalah asap yang telah bertahun-tahun ini lebih dari sekadar akibat dari rakyat yang membuka ladang dengan menggunakan api. Tantangannya sekarang adalah apakah pemerintah mampu tampil serbagai kekuatan hukum yang lebih kuat dan tegas terhadap pembakar lahan, atau kembali akan menjadi pecundang seperti tahun-tahun sebelumnya.
Asap memang telah membatasi jarak pandang, namun masalahnya sebenarnya cukup jelas. ‘’Asap’’ yang menyelimuti kinerja penegakkan hukum dan pemerintahan yang sebenarnya harus dilenyapkan.
Mendikdasmen Minta Guru Perhatikan Murid untuk Tekan Kasus B...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, memi...