Masyarakat Sipil Menentang Batu Bara Bersih
BANGKOK, SATUHARAPAN.COM – Masyarakat sipil Indonesia menyayangkan KTT Perubahan Iklim COP-19 yang sedang berlangsung di Warsawa, Polandia. Pasalnya konferensi tersebut bisa dijadikan kesempatan oleh beberapa pihak yang ingin produksi batu bara dapat terus diandalkan untuk meningkatkan pembangunan.
Di sela-sela KTT Perubahan Iklim, pemerintah Polandia melalui Konferensi Batu Bara meminta dukungan untuk terus memanfaatkan tambang batu bara sebesar-besarnya. Mereka mengatakan bahwa negosiasi harus terus bergerak dan maju dan pada saat yang sama Rekomendasi Konferensi Batu Bara tersebut adalah batu bara bersih (clean coal energy).
Batu bara bersih adalah upaya aplikasi pengembangan pembangkit tenaga listrik dari batu bara dengan menggunakan supercritical boiler dan ultra supercritical boiler yang diklaim sangat efisien. Kedua teknologi tersebut telah dirancang dan digunakan di banyak negara, termasuk Indonesia. Mereka mengatakan bahwa teknologi ini telah digunakan di ladang-ladang minyak dan ladang gas lepas pantai.
Mida Saragih, Koordinator Nasional Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (CSF-CJI) menyatakan dengan keras bahwa negara-negara harus mengerti pentingnya keselamatan manusia terutama pada negara-negara yang banyak menghasilkan batu bara seperti Indonesia. Kontribusi emisi karbon yang dihasilkan dari tambang batu bara seharusnya membuat pemerintah Polandia sadar untuk mengurangi atau bahkan menghentikan pemanfaatan batu bara.
Hendrik Siregar, koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengatakan bahwa biaya operasional batu bara dari hulu ke hilir sehingga ia tidak yakin bahwa beberapa negara tertentu mampu untuk mengatasi biaya yang mahal tersebut.
Tidak hanya di Indonesia atau CSF-CJI, wakil dari delegasi masyarakat ASEAN pun ikut menentang perihal solusi batu bara bersih. Mereka menganggap bahwa solusi tersebut tidak menjawab akar permasalahan. Hal ini mereka ungkapkan dalam Forum Equitable and Low Carbon Society, pada tanggal 18-19 November 2013. Selain ASEAN, India, China dan Bolivia pun menentang hal yang sama.
Sebenarnya ada dua pilihan dari perubahan iklim global saat ini yaitu, menurunkan emisi karbon dan membangun kapasitas untuk adaptasi dan mitigasi yang berkaitan dengan prinsip keadilan. (CSF-CJI)
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...