Media Diharapkan Mengawal RUU Disabilitas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Media massa cetak dan elektronik apa pun bentuknya diharap mengawal RUU Disabilitas yang masih digodok Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), karena secara tidak langsung juga mempengaruhi atlet difabel di tengah-tengah masyarakat.
“Pers mestinya sangat sangat merangkul kita, tetapi karena sekarang bobot beritanya kurang atau sangat kecil ya jadinya kurang,” kata Welly Ferdinandus, Ketua National Paralympic Committee (NPC) Provinsi DKI Jakarta kepada satuharapan.com, hari Selasa (29/9) di Kantor NPC Provinsi DKI Jakarta, Gelanggang Olah Raga Rawamangun, Jakarta.
Saat ini menurut dia paradigma di tengah-tengah masyarakat perlu diubah karena pemahaman terhadap warga negara difabel sangat lemah, apalagi perhatian pemerintah pusat dan daerah bagi difabel secara umum tidak hanya melemahkan warga negara difabel namun juga mempengaruhi sikap hidup atlet difabel.
“Tetapi ke depan saya harap negara kita masuk satu paradigma baru jadi RUU disabilitas ini dapat dianggap atau dilakukan di seluruh lapisan masyarkat, dan sejauh ini satu-satunya yang bisa menyosialisasikan adalah pers,” kata dia.
Beberapa waktu lalu Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Sarawati Djojohadikusumo dari Fraksi Partai Gerindra mengatakan naskah Rancangan Undang-undang (RUU) peyandang disabilitas sedang dibahas oleh Badan Legislatif (Baleg) DPR.
Menurutnya pembahasan RUU tersebut dilakukan dengan sangat serius, detil, bahkan tidak mengenal waktu.
"Saya dan beberapa rekan-rekan anggota di Komisi VIII, terutama yang berada di panja RUU disabilitas, berkomitmen penuh untuk menghasilkan UU yang dapat diimplementasikan dengan baik dan membantu komunitas penyandang disabilitas," kata perempuan yang biasa disapa Sara tersebut di Jakarta Selatan, hari Kamis (3/9).
Rahayu menyebut mengenai masalah kebijakan pemerintah untuk mensejahterakan rakyat, pada dasarnya dirinya menyambut positif berbagai inisiatif Presiden Joko Widodo. Namun, Rahayu tetap mengkritisi implementasi kebijakan-kebijakan Pemerintah saat ini.
Welly mengagumi atletnya, Maria Goretti Samiati (atlet kursi roda) dan Slamet (cabang panahan difabel) yang datang ke tempat latihan dengan menggunakan fasilitas berbeda. Maria Goretti Samiati yang sehari-hari menggunakan tongkat karena kaki kanan diamputasi datang ke tempat latihan dengan menggunakan kendaraan umum.
Sementara Slamet menggunakan motor roda dua seperti orang pada umumnya, padahal atlet panahan difabel lainnya, Jujur Saragih dan Udin datang ke tempat latihan dengan menggunakan motor roda tiga yang dirancang khusus bagi warga negara difabel.
“Wah kalau di tengah-tengah masyarakat sekarang ini kalau kita melihat anggapan banyak orang tentang kaum difabel biasanya kita akan langsung kasih duit. Kita ini di tengah masyarakat dikiranya kita ini pengemis. Nah padahal kan yang di tengah-tengah masyarakat ini kita ini ya setara, saya bisa bekerja mengurus organisasi, terus Mas lihat sendiri kan Ami (panggilan akrab Maria Goretti Samiati, red) bisa menang di Solo (Kejurnas NPC di Solo, red),” kata Welly.
Welly menjelaskan bahwa warga negara difabel tetaplah warga negara Indonesia yang berhak mendapat berbagai akses di seluruh aspek kehidupan di Indonesia mulai dari layanan umum, kesehatan, pekerjaan, dan lain sebagainya.
Beberapa waktu lalu ratusan penyandang disabilitas melakukan aksi unjuk rasa dengan berjalan rapih dari Patung Kuda menuju bundaran Hotel Indonesia Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (18/8) menuntut disahkannya Rancangan Undang Undang (RUU) penyandang disabilitas.
Para penyandang disabilitas dari berbagai organisasi tersebut menggelar aksi dengan berjalan sambil berorasi menuntut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera membahas dan mensahkan RUU disabilitas. Sekitar 300 penyandang disabilitas baik pengguna kursi roda, tuna rungu, tuna netra, keterbelakangan mental berkumpul bersama menggelar aksi dengan mengenakan busana adat istiadat dari berbagai daerah di Indonesia dengan mengusung tema "Bergerak untuk Disabilitas".
RUU Disabilitas yang saat ini digodok di DPR RI merupakan perubahan dari Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
Komisioner Komnas HAM, Sandra Moniaga menyerahkan draft Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Cacat (RUU Penyandang Disabilitas) kepada Badan Legislasi DPR RI (Baleg) pada Kamis (13/6) di Ruang Rapat Baleg DPR RI, Jakarta.
Draft RUU Penyandang Disabilitas dari Komnas HAM tersebut diterima Wakil Ketua Baleg, Sunardi Ayub (F-Hanura).
Menurut Sandra secara substansi sebenarnya RUU Penyandang Disabilitas ini disusun berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2011 yaitu Ratifikasi Konvensi Hak-hak Orang dengan Disabilitas. Dengan diratifikasinya Konvensi Hak-hak Orang dengan Disabilitas berarti RUU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat sudah tidak sesuai lagi, terutama dari berbagai materi yang disusun, tapi yang lebih mendasar adalah filosofi yang mendasari dari UU tersebut.
“UU Nomor 4 Tahun 1997 dianggap saudara-saudara kita penyandang disabilitas adalah UU yang didasari karena rasa kasihan, sementara cara pandang di tingkat global maupun di tingkat nasional dan di berbagai kelompok saat ini sudah berubah,” kata Sandra seperti dikutip situs resmi DPR RI.
“Saudara-saudara kita penyandang disabilitas bukan makhluk yang harus dikasihani tapi adalah makhluk yang sama dan setara dengan kita yang harus dihormati haknya dan didukung untuk diperkuat hak-hak mereka,” Sandra menambahkan.
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Eben E. Siadari
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...