Media Tiongkok Ragukan Kelanjutan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Media Tiongkok meragukan pembangunan Kereta Cepat Jakarta - Bandung yang telah diresmikan Presiden Jokowi di Perkebunan Teh Wahlini, Provinsi Bandung.
Menurut laporan South China Morning Post yang kemudian ramai dilansir oleh berbagai media lainnya, pada hari Jumat (19/2), proyek kereta cepat yang disponsori Pemerintah Tiongkok itu terus memicu drama di setiap kesempatan, dihiasi pro kontra antara oposisi dari publik terhadap pemerintah.
Sementara Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyangkal adanya penundaan, di lapangan hal sebaliknya justru menjadi gejala yang meningkat.
Media lainnya seperti Southeast Asia juga melaporkan bahwa penolakan terhadap pembangunan kereta cepat cukup banyak mendapat dukungan.
Di antaranay adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang banyak menyuarakan ketidaksetujuan lantaran Presiden Jokowi pernah berjanji sewaktu kampanye, bahwa pembangunan akan dilakukan di luar Pulau Jawa. Selain itu menurut DPD pembangunan kereta cepat ini juga menelan biaya yang cukup mahal.
Anggota DPR RI asal PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu pun mengatakan, Presiden Joko Widodo memiliki karakter yang selalu mendengarkan pendapat dari masyarakat, jika pendapat masyarakat cukup kuat maka proyek kereta cepat ini dimungkinkan akan dibatalkan.
"Saya kritis terhadap kereta api berkecepatan tinggi ini karena tidak membawa manfaat bagi masyarakat miskin. Proyek ini akan menelan sejumlah besar uang. Tiket kereta api diperkirakan menelan biaya 250.000 rupiah sekali jalan dan biaya tiketnya di luar kemampuan masyarakat biasa. Ini hanya akan digunakan oleh para elit. Kita sudah memiliki jalan tol dan layanan kereta api yang pergi ke Bandung pada biaya 100.000 rupiah untuk kelas eksekutif. Kita tidak perlu kereta berkecepatan tinggi ini," kata dia.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio juga membahas beberapa rincian pembangunan proyek kereta cepat Jakarta - Bandung. Iai meragukan studi kelayakan proyek yang hanya dilakukan dalam tiga bulan, padahal biasanya izin baru keluar 18 sampai 19 bulan lantaran jalur kereta api harus melewati Purwakarta, daerah yang merupakan rawan gempa bumi dan tanah longsor di Jawa Barat. Selain itu proyek ini juga akan mempengaruhi irigasi sawah di Jawa Barat.
Media Tiongkok tersebut juga mengutip pendapat Ryaas Rasyid, mantan Menteri Otonomi Daerah dan dikenal sebagai arsitek desentralisasi di Indonesia.
"Kereta ini menelan biaya besar dan itu dipandang sebagai sebuah proyek yang tidak adil, karena Jokowi mengatakan dia akan memberikan prioritas untuk mengembangkan provinsi di luar pulau Jawa," kata Ryaas.
Menurut dia, banyak provinsi di luar Jawa yang kaya sumber daya tertinggal dalam pembangunan infrastruktur meskipun kontribusi ke kas pemerintah pusat besar.
Pengusaha Okki Soebagio, yang setengah Jawa dan setengah Toraja setuju dengan pendapat itu.
"Ketika saya pergi untuk pemakaman nenek saya di Toraja di pulau Sulawesi, tidak ada jalan menuju rumahnya. Saya menolak proyek ini murni keluar dari rasa ketidakadilan. Kita seharusnya tidak hanya menanamkan uang ke Jakarta dan pulau Jawa, "kata Okki yang tinggal di Jakarta.
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...