Memalsukan Hasil Rapid Test Bisa Dipidana Penjara Empat Tahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Satgas Penanganan COVID-19 mengatakan bahwa pemalsuan hasil rapid test COVID-19 dapat menjadi tindakan pidana yang dapat dihukum.
"Dari segi hukum pidana, tindakan menyediakan surat keterangan dokter palsu dapat dijatuhkan sanksi. Sanksi diatur dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) pasal 267 ayat 1, pasal 268 ayat 1 dan 2, yaitu pidana penjara selama empat tahun," kata juru bicara Satgas, Wiku Adisasmito, hari Kamis (31/12).
Pernyataan ini menanggapi berbagai informasi di media sosial tentang hasil rapid test COVID-19 yang dipalsukan dan terdapat indikasi adanya transaksi jual beli.
Surat keterangan dokter yang menyatakan negatif COVID-19 adalah aturan tentang prasyarat perjalanan yang bertujuan mencegah penularan COVID-19 di tengah-tengah masyarakat.
Warga masyarakat diminta menghindari melakukan praktek kecurangan tersebut. Bahkan bila ada warga masyarakat yang mengetahui hal tersebut, diminta segera melaporkan kepada pihak yang berwenang. Jika dibiarkan, hal itu dapat berdampak pada penularan COVID-19 di tengah-tengah masyarakat menjadi tidak terkendali.
Bahaya lain, dampak pemalsuan ini bisa menimbulkan korban jiwa. Apabila orang yang ternyata positif, namun menggunakan surat keterangan yang palsu dan akhirnya menulari mereka yang berada di kelompok masyarakat yang rentan. "Maka jangan pernah bermain-main dengan hal ini," tegas Wiku.
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...