Membagikan Kasih yang Sama
Stiker agama yang sama bukan berarti memiliki kasih yang sama.
SATUHARAPAN.COM – Beberapa hari yang lalu, dalam perjalanan pulang dari pelayanan, mobil kami menabrak mobil lain. Keletihan setelah hari yang panjang, berganti dengan panik, karena kami memang bersalah,apalagi mobil yang tertabrak penuh stiker yang menunjukkan agama Sang Pemilik berbeda dengan kami. Segera saya dan suami menghampiri pengendara mobil yang juga keluar dari mobilnya, dan memohon maaf. Di luar dugaan, sang pemilik mobil yang tertabrak tidak marah, malah dia membantu kami mengecek kerusakan mobil kami, yang tampaknya lumayan parah.
Tentu saja ini membuat saya terharu, karena saya juga pernah hampir menyerempet mobil orang yang berstiker Jesus is my way, dia sangat marah, mencaci maki dan memukul-mukul mobil saya di tengah keramaian, sampai ditenangkan satpam. Bukankah ini ironis? Stiker agama yang sama bukan berarti memiliki kasih yang sama. Hari itu saya merasakan seperti apa rasanya memiliki kesalahan yang diampuni.
Saya jadi teringat seorang pendeta yang pernah mengilustrasikan perumpamaan dalam Matius 18. Hal kerajaan sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Bagaimana dia memberikan pengampunan kepada seorang hamba yang berutang sepuluh ribu talenta, tetapi hamba yang dilepaskan utangnya itu malah menangkap dan mencekik hamba lain yang berutang kepada dirinya seratus dinar.
Sang pendeta menggambarkan bagaimana kita yang mendapatkan anugerah berlimpah dari Tuhan, tetapi terkadang kita pun sulit membaginya untuk orang lain. ”Apakah kita rela memberikan 10% penghasilan kita kepada orang lain, jika gaji kita 3 juta?” tanyanya saat itu. ”Tentu jawabnya, pasti rela!” Kemudian dia melanjutkan, bagaimana jika penghasilan kita 30 juta atau 300 juta? Apakah kita pun memiliki kerelaan yang sama memberikan 10%-nya untuk orang lain?”
Terkadang kita pun tidak berbeda dengan hamba yang berutang sepuluh ribu talenta. Begitu banyak anugerah yang kita terima, namun kita sulit membaginya pada orang lain. Begitu besar pengampunan yang kita dapatkan, tetapi kita pun sulit mengampuni orang lain.
Hari itu, kami pulang tengah malam menunggu karyawan yang menyusul untuk menderek mobil yang kami gunakan. ”Seperti kereta uap tua, Si Thomas, menolong kereta modern, Si Gordon,” kata anak sulung saya, mengingat film kesukaannya masa kecil. Merasakan mobil besar yang kami gunakan ditarik mobil yang jauh lebih kecil.
Pelajaran yang berharga bagi kami sekeluarga. Kasih ada di mana-mana. Apakah kita bersedia menyalurkannya? Dan saya berjanji dalam hati untuk tidak marah lagi kalau mobil saya disalip orang di jalan.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Ibu Kota India Tercekik Akibat Tingkat Polusi Udara 50 Kali ...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di ibu kota India menutup sekolah, menghentikan pembangun...