Memperalat Tuhan
Kita adalah alat Tuhan. Jangan dibalik!
SATUHARAPAN.COM – Pemilihan judul tersebut sangat tidak sopan, tidak elok dipampang di media mana pun. Tetapi faktanya, memperalat Tuhan adalah ketidaksopanan yang dianggap wajar dilakukan banyak manusia, bahkan mereka yang menyebut dirinya beriman saleh. Dikiranya Tuhan tidak pandai menelusur isi hati. Bahasa anak muda sekarang: ”manusia modusin Tuhan”.
Apa isi doamu? Ada yang bertanya begitu kepada saya semalam. Pikir-pikir, isi doa manusia itu gampangnya terbagi menjadi dua jenis: doa proposal dan doa laporan. Doa proposal diajukan saat manusia butuh sesuatu, atau hanya pengin sesuatu. Saat kita mengajukan doa proposal kepada Tuhan, sejatinya kita sadar bahwa kita tidak punya apa-apa. Dalam ketidakpunyaan, wajar kita ingin ini-itu dan mengungkapkannya dalam doa. Yang salah jika doa kita memaksakan keinginan sesaat untuk memuaskan ego pribadi. Di sini titiknya manusia memperalat Tuhan.
Giliran doanya dikabulkan, apa yang dimau diperoleh, maka doa laporan yang dilayangkan. Terima kasih kepada Tuhan, ucap syukur kepada Tuhan, sampai di sini baik adanya. Lalu pertanyaannya, kalau belum dapat apa yang dimintakan, apa yang kita lakukan? Memangnya tidak perlu bersyukur kalau harapan kita belum terwujud? Curang sekali rasanya, di sini titiknya manusia memperalat Tuhan.
Manusia memang banyak maunya, tidak ada garis finisnya. Tetapi, kalau hubungannya dengan Tuhan di dalam doa, harusnya manusia tahu diri. Tanpa pamrih minta bagian di dalam doa-doa kita. Memuji ya memuji, menyembah ya menyembah, dilakukan dalam kemurnian. Seperti penggalan lirik lagu ”Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada” yang dinyanyikan almarhum Chrisye ini:
Bisakah kita semua
Benar-benar sujud sepenuh hati
Karna sungguh memang Dia
Memang pantas disembah
Memang pantas dipuja
Tuhan adalah sumber daya kehidupan. Tuhan bukan alat, bukan sarana: Dia itu asal dan tujuan kita. Mestinya bukan kita yang memperalat Tuhan, melainkan kita sebagai manusia yang jadi alat-Nya. Sebagai alat-Nya, harusnya kita tidak berhak memaksakan kehendak kepada-Nya. Sebagai alat yang berkualitas baik, mestinya kita yang mendatangkan manfaat bagi kemuliaan Tuhan.
Sekali lagi jangan dibalik, yang berada di posisi alat itu kita si manusia. Memperalat Tuhan itu tindakan tak tahu adab, pun sia-sia. Tuhan tahu dong kalau manusia bermaksud memperalat Dia. Biarkan di posisi yang benar: manusia yang menjadi alat-Nya. Manusia memperalat Tuhan, tujuannya lebih berkutat pada kepentingan subyektif. Sedang jika Tuhan menggunakan manusia menjadi alat-Nya, tujuannya adalah kebaikan objektif. Jadi, maukah kita dipakai menjadi alat bagi kemuliaan-Nya?
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Polusi Udara Parah, Pengadilan India Minta Pembatasan Kendar...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan tinggi India pada hari Jumat (22/11) memerintahkan pihak berwe...