Menag: Kehadiran Negara Dalam Agama Bukan Intervensi
SOLO, SATUHARAPAN.COM - Sejak awal pendiriannya, Kementerian Agama telah berusaha melahirkan ketetapan dan peraturan untuk melindungi dan memfasilitasi umat beragama di Indonesia agar dapat menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Ini merupakan wujud relasi antara agama dan negara yang ada di Indonesia.
Pernyataan ini dilontarkan Menteri Agama Fachrul Razi saat menyampaikan keynote speech secara daring dalam bedah buku "Nalar Kerukunan: Merawat Keragaman Bangsa, Mengawal NKRI" karya KH Saidurrahman dan Arifinsyah yang diinisiasi Badan Ideologi Pembinaan Pancasila (BPIP).
"Artinya, kehadiran negara dalam mengatur agama bukan dalam pengertian intervensi, melainkan melayani agar keragaman dan perbedaan yang niscaya ada dalam setiap agama, tidak melahirkan konflik," ujar Menag jelang memulai rangkaian kunjungan kerjanya di Kota Solo, Rabu (19/08) pagi.
Kementerian Agama, sebagai institusi negara, tidak dapat ikut campur dalam mengatur praktik ritual setiap umat beragama. Melainkan berkewajiban mengatur agar kebebasan beragama itu dapat terlaksana secara tertib, tidak saling mengganggu, serta menghadirkan suasana rukun dan damai.
"Tugas ini memang belum tuntas dan terus dikembangkan sesuai tuntutan zaman. Namun kita terus berkomitmen untuk menjaga khittah Kementerian Agama dalam menjaga kerukunan," tuturnya.
Terciptanya kerukunan, lanjut Menag, adalah cita-cita bangsa. Komitmen ini bahkan telah ditunjukkan dengan sungguh-sungguh oleh para pendiri bangsa ketika untuk pertama kalinya mereka merumuskan ideologi dan konstitusi negara.
"Mereka berbeda pendapat, mereka berdebat, tapi kemudian mereka saling mencari titik temu untuk menetapkan sebuah kesepakatan bersama, yakni Pancasila dan UUD 1945," kata Menag.
Menag juga menjelaskan dalam RPJMN 2020-2024, disebutkan bahwa menciptakan masyarakat yang rukun dan damai adalah salah satu misi utama yang harus diemban oleh Kementerian Agama, demi terwujudnya masyarakat indonesia yang berbudi luhur, berjati diri, bergotong royong, toleran, dan sejahtera.
"Cita-cita ideal masyarakat seperti itu akan sangat sulit diwujudkan jika kehidupan keagamaan di Indonesia tidak kondusif, tidak rukun, dan tidak bisa menyelesaikan konflik akibat keragaman yang ada," kata Menag. (Kemenag)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...