Menag Pastikan Biaya 10 Ribu Kuota Haji Tambahan Tidak Gunakan APBN
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin memastikan biaya haji yang diperlukan bagi 10.000 jemaah kuota tambahan tidak bersumber dari APBN. Biaya itu diambil dari tambahan nilai manfaat keuangan haji dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan relokasi tambahan efisiensi pengadaan layanan di Arab Saudi oleh Kementerian Agama.
“Kementerian Keuangan menyatakan APBN hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan operasionalisasi petugas haji, tidak untuk membiayai kegiatan dan atau keperluan seperti akomodasi, konsumsi, dan transportasi jemaah haji,” Menag Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR mengenai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Kuota Tambahan di Senayan, Jakarta, Kamis (16/5) malam, disitir dari siaran pers Humas Kemenag yang dilansir setkab.go.id.
Sebelumnya, pada rapat kerja antara Komisi VIII DPR dan Pemerintah pada 23 April 2019 disepakati tambahan anggaran BPIH sebesar Rp 353 miliar sebagai konsekuensi dari bertambahnya kuota haji tahun ini. Sebesar Rp 183,7 miliar di antaranya, semula direncanakan akan bersumber dari APBN Bagian Anggaran – Bendahara Umum Negara (BA-BUN).
Namun, menurut Menag, setelah dilakukan kajian hukum disimpulkan hal tersebut tidak dapat dilakukan. “Regulasi tidak memungkinkan. Karena APBN hanya terkait dengan petugas atau secara tidak langsung dengan jemaah,” ujar Menag.
Untuk mengatasi hal tersebut, Menag menyampaikan usulan solusi guna menutup kekurangan sebesar Rp 183,7 miliar. Pertama, terkait tambahan nilai manfaat keuangan haji dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Ia menuturkan, BPKH bersedia menyediakan dana sebesar Rp 100 miliar dari tambahan nilai manfaat keuangan haji.
“Dari kekurangan Rp 183,7 miliar tersebut, Kemenag bersyukur BPKH bersedia untuk memberikan tambahan nilai manfaat keuangan haji, sehingga bisa menyisihkan Rp 100 miliar untuk menutup kekurangan tersebut. Tersisa Rp 83,7 miliar,” Menag menjelaskan.
Kedua, relokasi tambahan efisiensi pengadaan layanan di Arab Saudi oleh Kementerian Agama. Ia mengungkapkan realisasi penggunaan dana pengadaan akomodasi di Mekkah ternyata dapat dilakukan efisiensi sebesar Rp 50 miliar.
“Setelah pada raker sebelumnya, 23 April 2019 lalu relokasi efisiensi pengadaan akomodasi di Mekkah bisa menyisihkan Rp 50 miliar, dan sekarang hal yang sama bisa dilakukan kembali. Sehingga sisa kekurangan menjadi Rp 33,7 miliar,” Menag menambahkan.
Rasionalisasi Anggaran
Untuk menutup kekurangan tersebut, dilakukan tiga langkah rasionalisasi anggaran. Pertama, penyesuaian jumlah kloter untuk 10.000 jemaah. “Yang semula 25 kloter menjadi 20 kloter, bisa dilakukan dengan melakukan pemadatan penerbangan,” imbuhnya.
Kedua, melakukan penghapusan biaya safeguarding khusus untuk 10.000 jemaah, dengan asumsi tidak lagi diperlukan untuk tambahan 10.000. Namun, biaya safeguarding untuk kuota sebelumnya tetap ada.
“Rasionalisasi ketiga, dengan melakukan penyesuaian biaya satuan manasik haji di KUA,” kata Menag.
Semula Panja telah menyepakati biaya satuan manasik haji di KUA sebesar Rp 85.000 per jemaah. Namun, karena anggaran tidak dapat dipenuhi oleh APBN BA-BUN maka dilakukan rasionalisasi biaya satuan manasik menjadi Rp 63.092,- per jemaah.
“Dengan perhitungan tersebut, total rasionalisasi yang bisa dilakukan sebesar Rp 33,7 miliar,” jelas Menag.
Maka, menurut Menag besaran kebutuhan anggaran untuk 10.000 jemaah kuota tambahan yang semula sebesar Rp 353,7 miliar berubah menjadi Rp 319 miliar.
“Terkait kebutuhan dana Rp 319 miliar, dengan dana yang tersedia hasil raker terdahulu Rp 170 miliar, masih ada kekurangan dana Rp 149,9 miliar. Ini bisa ditutupi dengan tambahan nilai manfaat dari BPKH sebesar Rp 100 miliar dan tambahan efisiensi akomodasi Mekkah sebesar Rp 49,9 miliar. Dengan begitu seluruh kekurangan tambahan anggaran bisa ditutupi dari kedua sumber tersebut,” imbuhnya.
Sementara Kepala BPKH Anggito Abimanyu yang turut hadir dalam rapat tersebut menyampaikan kesiapannya terkait penyediaan anggaran sebesar Rp 100 miliar yang bersumber dari tambahan nilai manfaat pengelolaan keuangan haji.
Ia juga menyampaikan, per 1 April 2019, dana BPKH telah terkumpul sebesar Rp 115 triliun. “Aman dan tidak berkurang. Bahkan meningkat Rp 10 triliun dibandingkan tahun lalu,” kata Anggito.
Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher mengapresiasi langkah yang diambil pemerintah serta mendorong agar pelayanan ibadah haji tetap terjaga kualitasnya. “Meskipun dilakukan rasionalisasi terhadap beberapa komponen anggaran, Komisi VIII mendorong Kementerian Agama menjaga kualitas pelayanan haji,” kata Ali Taher.
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...