Menakertrans: Kompetensi Lebih Penting Daripada Ijazah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi M. Hanif Dhakiri mengimbau kepada kalangan pelaku dunia usaha agar lebih mementingkan kemampuan dibandingkan ijazah saat merekrut seorang pegawai.
“Syarat formal pendidikan memang penting. Tapi kan, ada juga orang yang layak menjadi pekerja karena memiliki kompetensi tinggi dengan jam terbang dan pengalaman tinggi meski tak memiliki ijazah pendidikan formal,” kata Hanif dalam keterangan persnya yang diterima di Jakarta pada Selasa (28/7).
Contohnya, lanjut dia, misalnya saat industri garmen membutuhkan tenaga kerja penjahit, maka dunia industri itu diimbau untuk mempertimbangkan kompetensi kerja yang dimiliki oleh pelamar kerja.
“Meskipun para pelamar yang tidak memiliki ijazah sekolah minimal SMA/SMK, tapi misalnya ada para penjahit informal ikut melamar dan memiliki pengalaman dan jam terbang tinggi, maka layak dipertimbangkan, bahkan diterima bekerja.”
Menurutnya, para pelaku industri tidak usah terlalu formal dengan hanya menerima calon karyawan yang memiliki ijazah sederajat SMA/SMK. Tapi di sisi lain juga harus mempertimbangkan kompetensi kerja calon karyawan tersebut.
"Intinya pemerintah meminta para pelaku industri juga mencantumkan persyaratan kompetensi di samping persyaratan pendidikan formal. Kami sudah berbicara dengan beberapa pelaku industri dan mereka siap mengimplementasikan hal itu," kata Hanif.
Syarat di BLK Dipermudah
Hanif juga mengaku bahwa dia telah meminta Balai Latihan Kerja (BLK) di seluruh Indonesia untuk menampung pekerja dan calon pekerja terampil tanpa harus memusingkan soal ijazah.
"Untuk mengembangkan jumlah maupun kualitas tenaga kerja lokal, maka BLK harus menampung pekerja maupun calon pekerja yang tidak berdasarkan ijazah sekolah formal baik SMA maupun SMK, namun berdasarkan kompetensi yang dimiliki," kata Hanif.
Terkait dengan hal tersebut, maka Hanif memutuskan untuk mempermudah syarat di BLK. Dia mengatakan bahwa semua lulusan pendidikan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) diperbolehkan ikut pelatihan kerja di BLK.
Hanif mengatakan selama ini persyaratan pendidikan formal yang ketat untuk mengikuti pelatihan di BLK menjadi salah satu kendala dalam pemenuhan jumlah tenaga kerja di Indonesia.
“Kita ubah persyaratan minimal SMA atau SMP baru bisa mengikuti pelatihan di BLK ,agar semua angkatan kerja dapat mengakses pelatihan kerja yang diselenggarakan di BLK tanpa syarat pendidikan formal yang ketat. “ kata Hanif.
Hanif ingin calon peserta pelatihan kerja yang memiliki ijazah SD maupun SMP juga dapat diakomodir oleh BLK. Apalagi, kata dia, menurut data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) nasional sampai dengan Februari 2015 mencapai 7,45 juta jiwa atau sekitar 5,81 % hanya mengantongi lulusan SD dan SMP.
“Jika BLK mematok syarat pendidikan minimal SMA, maka angkatan kerja lulusan SD dan SMP itu sulit terserap dalam dunia kerja, Itu menjadi masalah krusial yang harus segera dibenahi, “ kata Hanif.
Hanif mengatakan selama ini banyak lulusan SD maupun SMP yang masih berusia produktif namun kesulitan memasuki pasar kerja. Karena itu harus dilengkapi dengan kompetensi dan keterampilan kerja sehingga siap terserap pasar kerja dengan lebih cepat.
“Padahal pasar kerja industri juga tidak terlalu mensyaratkan pendidikan formal. Mereka lebih mempertimbangkan calon tenaga kerja yang memiliki kompetensi dan keterampilan kerja sesuai kebutuhan,” kata Hanif.
Dikatakan Hanif seiring pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN kebutuhan tenaga kerja berdasarkan pemintaan pasar kerja industri masih sangat banyak. Oleh karena itu harus dipersiapkan calon tenaga kerja yang siap bersaing dengan tenaga kerja dari negara-negara ASEAN lainnya.
“Angkatan kerja berlatar pendidikan formal tinggi atau setidaknya SMA berpeluang sama dengan lulusan SD atau SMP yang dibekali kompetensi untuk memasuki dunia kerja. Yang penting, dalam era MEA ini adalah kualitas sumber daya manusia yang baik,” kata Hanif.
Berdasarkan data Kemnaker saat ini ada 276 BLK di seluruh Indonesia. 14 diantaranya adalah BLK milik Kemnaker sedangkan sisanya 262 dimiliki pemda provinsi dan kabupaten/kota.
Pola pelatihan di BLK-BLK milik pemda akan ditekankan pada jenis pelatihan sesuai yang dibutuhkan di daerah masing-masing. Seperti pelatihan keterampilan kejuruan otomotif, las, bangunan kayu dan batu, elektonik, komputer, teknologi informasi, menjahit, kerajinan tangan, pertanian dan perkebunan, serta lainnya. (depnakertrans.go.id)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...