Mendag Optimistis Indonesia Swasembada Beras
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, mengatakan meskipun Indonesia telah mengimpor beras 1,5 juta ton namun negara kita masih bisa swasembada beras pada tahun ini.
Menurutnya, impor beras 1,5 juta yang dilakukan pemerintah sangat kecil dibandingkan kebutuhan konsumsi beras nasional yang mencapai 30 juta ton per tahun. Dia optimistis 95 persen Indonesia bisa swasembada beras.
“Pertama, sebetulnya impor beras kita itu kecil sekali, sangat-sangat kecil sekali. Tahun lalu kita impor beras 1,5 juta ton, sementara kita konsumsi beras kita nasional 30 juta ton per tahun, jadi kita punya 5 persen dari konsumsi nasional,” kata Tom Lembong dalam acara Pertemuan Koordinasi dengan tema "Kebijakan Pangan Nasional: Pengadaan Dalam Negeri vs Impor", di Kantor BPK, Jakarta, hari Selasa (21/6).
“Jadi hemat saya, kita sudah 95 persen swasembada beras. Jadi bagi saya impor 1-1,5 juta ton beras dalam setahun sebetulnya hal kecil. Kedua, saya pribadi sangat optimis bahwa kita dengan berlalunya waktu akan swasembada beras,” dia menambahkan.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada tahun 2015, pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan untuk mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam sebanyak kurang lebih 1,5 juta ton. Bahkan, pemerintah juga mencari negara pemasok lain seperti Pakistan yang dikarenakan keterlambatan dalam pengambilan keputusan importasi beras tersebut.
Lukai Hati Petani
Pengamat pertanian Dr Gede Sedana menganggap kebijakan pemerintah soal impor beras sangat melukai hati para petani. Menurutnya, swasembada beras yang dicanangkan Presiden tampaknya hanya sekadar retorika belaka.
"Kondisi itu mencerminkan revitalisasi pertanian untuk mewujudkan swasembada beras yang dicanangkan Presiden tampaknya hanya sekadar retorika belaka," kata Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra, Denpasar itu, hari Sabtu (16/5/2015).
Menurut dia, hingga saat ini kebijakan pemerintah belum berpihak kepada para petani. Oleh sebab itu, impor beras bertolak belakang dengan semangat revitalisasi pertanian.
"Petani sangat dirugikan dengan impor beras karena merusak pasar beras di dalam negeri sekaligus menurunkan pendapatan petani," ujarnya.
Gede Sedana mengingatkan pemerintah, membuka keran impor beras harus dengan perhitungan yang matang dan sedapat mungkin tidak menimbulkan dampak buruk dalam negeri.
"Bisa saja sangat dimungkinkan terjadinya ketidakbenaran dalam menghitung produksi gabah dan beras dalam negeri, termasuk kebutuhan atau konsumsi penduduk. Ini berarti juga di Indonesia belum tersedia database perberasan yang memberikan informasi faktual mengenai produksi, produktivitas, dan konsumsi di setiap daerah di Indonesia," kata Gede Sedana.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...