Mendikbud: Waspadai Perpeloncoan Saat Orientasi Ekstrakurikuler
SEMARANG, SATUHARAPAN.COM - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengimbau seluruh pihak untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya perpeloncoan saat orientasi kegiatan ekstrakurikuler.
"Segala pelanggaran tak akan lagi didiamkan dan dibiarkan. Secara umum, aturannya jelas. Pelecehan, perpeloncoan, dan kekerasan sudah tahu kalau dilarang," katanya di Semarang, Jumat (7/8).
Hal tersebut, diungkapkan mantan Rektor Universitas Paramadina Jakarta, saat membuka Pekan Budaya Indonesia dengan Semarang sebagai tuan rumah di Lapangan Pancasila Simpanglima Semarang.
"Kalau orientasi siswa baru pada minggu pertama (masuk sekolah) lebih bisa dikontrol, karena ada periode dan ada aktivitas sekolahnya," kata Anies.
Namun, ia mengingatkan pada minggu-minggu ke depan ada banyak orientasi ekstrakurikuler bagi siswa baru, yang berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya kerap menimbulkan masalah.
"Makanya, saya minta kepala daerah, kepala dinas (Dinas Pendidikan), kepala sekolah, dan orang tua siswa harus mengantisipasi ini (perpeloncoan saat ekstrakurikuler)," katanya.
Ia mengakui selama bertahun-tahun tindak perpeloncoan yang mewarnai MOS seperti dibiarkan, namun mulai tahun ini tindak pelanggaran semacam itu tidak bakal dibiarkan lagi.
Anies mencontohkan, kegiatan MOS Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Al Hikmah di Garut yang menelan korban, yakni seorang siswanya terseret arus sungai saat mengikuti kegiatan orientasi.
"Seperti di Garut, proses hukum yang jalan. Sekarang ini, penegak hukum yang menangani. Ini sekaligus menjadi pesan bagi semuanya. Begitu ada kejadian maka proses hukum yang jalan," katanya.
Berkaitan dengan itu, ia meminta seluruh pihak, termasuk orang tua siswa untuk segera melaporkan begitu ada kegiatan MOS di sekolah yang menyimpang dari aturan sebagai langkah antisipasi.
"Jika melihat tanda aktivitas yang menyimpang (dari kegiatan MOS) langsung laporkan. Bisa ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun ke pejabat daerah," katanya.
KPAI Ingin Konsep MOS Dirumuskan Kembali
Sejalan dengan itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai perlu ada perbaikan mendasar terhadap model pengenalan sekolah kepada siswa baru. Hal itu merujuk banyaknya siswa baru yang mengalami kekerasan fisik saat mengikuti kegiatan masa orientasi siswa (MOS).
Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Susanto, mengatakan MOS secara konseptual positif. Tapi, praktik MOS identik dengan kekerasan dan pelembagaan kekerasan yang dilakukan secara terstruktur.
“Sehingga perlu upaya extraordinary, untuk memutus mata rantai kekerasan atas nama MOS, dimulai dari penghapusan istilah MOS dan perumusan model pengenalan sekolah terhadap siswa baru yang ramah anak,” kata Susanto dalam keterangannya baru-baru ini.
Menurutnya, MOS secara psikologis masih menjadi metode legal buat oknum kakak kelas melakukan kekerasan. Baik itu karena senioritas, dendam sejarah, maupun kekerasan yang sudah dianggap sebagai budaya biasa saat pengenalan lingkungan sekolah pada siswa baru.
Pengenalan proses belajar, lingkungan dan program sekolah, kata dia, perlu dirumuskan kembali agar dapat menjadi wahana konstruktif untuk membentuk jati diri siswa baru menjadi ‘pembelajar,’ bukan menjadi momentum ‘pewaris’ budaya kekerasan.
“Jika ini dibiarkan, kita akan kehilangan generasi berkualitas. Karena sekolah yang sejatinya sebagai laboratorium nilai, berubah menjadi laboratorium yg tidak disadari men-sahihkan kekerasan,” kata Susanto. (Ant/kpai.go.id)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...