Mengapa Ekonomi Vietnam yang Komunis Lebih Kuat Dibanding RI?
HANOI, SATUHARAPAN.COM - Vietnam hingga saat ini dikenal sebagai negara Komunis dengan satu partai. Selama tiga dekade negara ini mengalami perang saudara dan baru pada tahun 1975 menjadi negara bersatu setelah sempat terbelah oleh perang saudara.
Dan, kini Vietnam merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang tumbuh paling pesat. Lebih jauh, ia bahkan yang paling tidak terpengaruh atas gejolak ekonomi global, dibanding negara-negara ASEAN lainnya.
Tidak mengherankan bila Bloomberg membuat judul yang sedikit provokatif untuk membandingkan ekonomi Vietman dengan Indonesia, dalam artikel yang dilansir pada Selasa (6/10): Vietnam's Communists School Indonesia's Capitalists on Economy. (Komunis Vietnam Mengajari Kapitalis Indonesia tentang Ekonomi).
Menurut artikel itu, Vietnam, sebuah negara Komunis, lebih cerdas dalam melakukan diversifikasi ekonomi ketimbang Indonesia, yang dalam banyak hal menjalankan ekonomi pasar yang kapitalistik.
Vietnam, sama halnya dengan Filipina, tengah menuai hasil dari diversifikasi ekspor mereka saat ini sekaligus melindungi kedua negara itu dari goncangan ekonomi akibat jatuhnya harga komoditas di pasar global. Pada saat yang sama, Indonesia dan Malaysia gagal melakukannya dan menghadapi risiko perlambatan ekonomi 2016.
(Dalam grafik ini, tampak ekonomi RI sangat tergantung pada ekspor komoditas -yang ditandai warna biru - dibanding negara-negara lainnya.)
Dua dekade lalu, komoditas merupakan 50 persen dari total ekspor baik Vietnam mau pun Indonesia. Namun Vietnam berhasil mengurangi ketergantungannya pada ekspor komoditas sedangkan Indonesia tidak.
Pada tahun 2014, ekspor komoditas Vietnam telah berkurang menjadi 30 persen. Ekspornya terdiversifikasi secara luas kepada berbagai produk manufaktur, seperti elektronik, ponsel, tekstil, dan alas kaki. Basis manufaktur negara ini bertambah luas.
Sementara itu, ekspor Indonesia kini malahan 60 persennya adalah komoditas. Bandingkan dengan Filipina, yang ekspornya hanya 20 persen berupa komoditas.
Harga komoditas global, mulai dari minyak hingga batu bara dan tembaga telah menurun karena permintaan Tiongkok yang melemah akibat perlambatan ekonomi. Cuaca yang dipengaruhi oleh El Nino yang semakin intesif juga bisa mengakibatkan harga gas alam dan minyak tetap rendah - karena musim dingin yang lebih hangat di Amerika Utara - membuat tekanan baru terhadap ekonomi Malaysia dan ekspor Indonesia, menurut analisis dari HSBC Holdings Plc.
"Lingkungan komoditas akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sampai 2016," kata para ekonom HSBC yang dipimpin oleh Joseph Incalcaterra, dalam sebuah laporan penelitian pada 30 September.
"Filipina paling diuntungkan, sementara Vietnam tampaknya akan bertahan dengan baik mengingat kurangnya gangguan panen mereka. Kami terus melihat risiko tertinggi untuk Indonesia, di mana efek pada ekonomi riil dan konsumsi belum sepenuhnya dirasakan."
Produk Domestik Bruto di Vietnam dan Filipina diperkirakan akan tumbuh lebih dari 6 persen tahun ini dan tahun depan. Menurut perkiraan Bank Pembangunan Asia, dua negara ini merupakan negara yang pertumbuhannya tercepat di antara negara-negara ekonomi utama di Asia Tenggara.
Ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh 5,4 persen pada 2016, sementara ekonomi Malaysia akan tumbuh 4,9 persen.
PDB per kapita Vietnam tercatat sebesar US$ 2.052 pada tahun 2014, dibandingkan dengan Indonesia US$ 3.492, menurut data Bank Dunia.
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...