Mengapa UU TNI Mengkhawatirkan Aktivis Prodemokrasi dan Kelompok HAM
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Parlemen Indonesia dengan suara bulat memilih untuk meloloskan revisi kontroversial undang-undang TNI pada hari Kamis (20/3) yang akan memungkinkan perwira militer untuk bertugas di lebih banyak jabatan pemerintah tanpa mengundurkan diri dari angkatan bersenjata, meskipun ada pertentangan yang berkembang dari kelompok pro-demokrasi dan hak asasi manusia yang melihatnya sebagai ancaman bagi demokrasi muda negara tersebut.
Dalam sesi pleno, kedelapan partai politik yang terwakili di Parlemen mendukung RUU tersebut. DPR sebagian besar dikendalikan oleh partai-partai yang mendukung Presiden Prabowo Subianto, mantan jenderal tentara yang memiliki hubungan dengan masa lalu diktator negara tersebut.
Saat ini, perwira militer aktif hanya dapat bertugas di kementerian atau lembaga negara yang terkait dengan keamanan, pertahanan, atau intelijen berdasarkan undang-undang penting tahun 2004 yang mengurangi peran militer dalam urusan sipil.
Apa yang dipertaruhkan dalam UU TNI baru Indonesia?
Amandemen Undang-undang Angkatan Bersenjata Indonesia (TNI) tahun 2004 memperkenalkan beberapa perubahan yang bertujuan untuk memperluas peran militer di luar pertahanan.
Setelah berlaku, undang-undang baru tersebut akan memungkinkan perwira aktif untuk menduduki jabatan sipil tanpa harus pensiun atau mengundurkan diri dari dinas di empat lembaga lainnya, termasuk Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, dan Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan.
Berdasarkan undang-undang saat ini, personel militer hanya diizinkan untuk bertugas di 10 kementerian dan lembaga negara, termasuk Kementerian Pertahanan, Badan Intelijen Nasional, dan Badan Pencarian dan Pertolongan. Namun, jumlah tersebut kini akan diperluas menjadi 14 untuk fungsi militer non-tempur.
Menurut rancangan undang-undang tersebut, klausul baru juga memberikan wewenang kepada presiden untuk mengangkat personel militer ke kementerian lain sesuai kebutuhan.
Mengapa UU baru tersebut kontroversial?
Revisi tersebut telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis pro-demokrasi dan mahasiswa yang khawatir bahwa perluasan peran sipil militer akan mengembalikan "fungsi ganda" angkatan bersenjata yang mereka miliki di era diktator Soeharto.
Pada saat itu, kursi di badan legislatif disediakan untuk militer, dan perwira menduduki ribuan peran sipil mulai dari kepala distrik hingga menteri kabinet. Sistem dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) tersebut secara efektif mengubah angkatan bersenjata menjadi alat bagi Soeharto saat ia kemudian menjadi presiden untuk menghancurkan lawan-lawan politiknya.
Al Araf, direktur kelompok hak asasi manusia Indonesia Imparsial, mengatakan pada hari Kamis bahwa undang-undang baru tersebut tidak konsisten dengan semangat reformasi yang mengikuti berakhirnya lebih dari tiga dekade pemerintahan Suharto pada tahun 1998 dan mengembalikan militer ke barak.
“Langkah tersebut berpotensi memulihkan sistem otoriter,” kata Araf.
Kritik utama lainnya terhadap undang-undang tersebut adalah cara pembahasannya: di balik pintu tertutup, dengan sedikit masukan publik dan dalam proses yang cepat.
Draf terbaru diperkenalkan kurang dari sebulan yang lalu, menyusul surat dari Subianto kepada DPR yang mendukung RUU tersebut. Aktivis pro demokrasi menemukan bahwa anggota parlemen dan pejabat pemerintah bertemu secara rahasia untuk membahas rancangan revisi di sebuah hotel bintang lima di Jakarta Selatan pada tanggal 15 Maret.
Dominique Nicky Fahrizal, seorang peneliti di Pusat Studi Strategis dan Internasional Indonesia, mengatakan pada hari Kamis bahwa cara penyusunan undang-undang tersebut dapat memicu reaksi keras.
“Legalisme otokratis akan merusak fondasi demokrasi konstitusional karena mengeksploitasi celah dalam konstruksi pemikiran hukum,” katanya.
Apa Kata Pemerintah?
Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, mantan jenderal bintang tiga, membela undang-undang baru tersebut, dengan mengatakan bahwa anggota parlemen mempertimbangkannya dengan benar dan akan membuat militer lebih efektif.
Dalam pidatonya setelah parlemen mengesahkan RUU tersebut menjadi undang-undang, ia mengatakan amandemen tersebut diperlukan karena perubahan geopolitik dan teknologi global mengharuskan militer untuk bertransformasi “untuk menghadapi konflik konvensional dan non-konvensional.”
“Kami tidak akan pernah mengecewakan rakyat Indonesia dalam mempertahankankedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” katanya. (AP)
Editor : Sabar Subekti

Israel Melanjutkan Operasi Darat di Jalur Gaza
JALUR GAZA, SATUHARAPAN.COM-Israel melanjutkan operasi darat di Jalur Gaza, setelah serangannya dala...