Mengasihi dan Menerima Kaum LGBTQ
Mereka adalah Kita
SATUHARAPAN.COM - LGBTQ merupakan sebuah topik yang tidak kunjung habis dibicarakan. Di Indonesia kisah-kisah menyedihkan sering dialami oleh kaum LGBTQ. Saya membaca sebuah kisah menyedihkan mengenai ketidakdilan yang dialami oleh seorang Serda TNI di Manado. Ia mendapatkan hukuman 6 bulan di penjara, bahkan dipecat dari posisinya. Hukuman ini diberikan kepada Serda tersebut karena ia terbukti memiliki orientasi LGBTQ dan berhubungan seksual dengan sesama prajurit TNI dan sipil. Menurut saya ini sangat memprihatinkan, hanya karena berbeda orientasi seksual, seseorang mengalami perlakuan diskriminatif. Serda di Manado tersebut mengalami penghinaan, dipenjara bahkan kehilangan pekerjaannya.
ST Panglima TNI Nomor ST/398/2009 tanggal 22 Juli 2009 menekankan bahwa Prajurit yang terlibat perbuatan hubungan suami-isteri di luar nikah yang sah, hubungan sesama jenis (Homo Seksual/Lesbian), hidup bersama dengan wanita/pria tanpa dasar perkawinan yang sah dan melakukan tindak pidana susila dengan anak di bawah umur untuk ditindak tegas diberhentikan dari dinas TNI (PDTH). STR dari Pangdam XIV/Hsn Nomor STR/120/2019 tanggal 6 Mei 2020 juga menyebutkan tentang larangan bagi Prajurit TNI melakukan seksual menyimpang sesama jenis (homoseksual/lesbian). Perlakuan diskriminatif terhadap kaum LGBTQ bahkan dibenarkan karena mempunyai landasan secara hukum.
Selain kasus ini, ada banyak lagi kasus-kasus lain di mana melalui kisah-kisah itu kita dapat melihat bagaimana LGBTQ diperlakukan secara tidak adil. Orang masih sulit menerima seorang LGBTQ. Seorang LGBTQ sering ketakutan membuka orientasinya bahkan kepada keluarga terdekatnya. Mengapa? Karena di Indonesia banyak keluarga belum dapat menerima hal ini. Yang terjadi akhirnya mereka dikucilkan, ditolak bahkan dibuang dan tidak dianggap sebagai keluarga. Menyedihkan bukan? Bagi seorang LGBTQ yang juga tidak memilih orientasi seksualnya ternyata ditolak dan dikucilkan oleh orang terdekatnya.
Menurut saya sebagai Warga Indonesia, kita harus makin terbuka akan orientasi yang berbeda, dan kita harus menerima dan mengasihi mereka dan menghindari sikap-sikap diskriminatif. Sebagian besar dari 10 butir sila ke-2 Pancasila menekankan untuk mencintai sesama manusia dan memperlakukan semua sesama manusia tanpa diskriminasi. Dari sini kita melihat bahwa sejak dulu bangsa kita adalah bangsa yang hidup dalam penerimaan, dalam kasih tanpa diskriminasi dan tidak membeda-bedakan. Namun menyedihkan juga untuk melihat bagaimana sebagai sesama anak bangsa kita kerap menghakimi, membenci bahkan diskriminatif terhadap mereka yang mempunyai orientasi berbeda.
Sebagai orang Kristen yang lahir dan besar di Indonesia, sering kali saya bergumul dengan diri sendiri. Sebagai orang Kristen dan Warga Negara Indonesia apakah saya harus menerima sikap ini? Apakah saya harus juga ikut menghakimi dan bersikap diskriminatif terhadap kaum LGBTQ? Menurut saya tidak, kita harus senantiasa belajar menghargai dan menerima mereka. Sekali pun mereka berbeda bukan berarti mereka bukanlah manusia seperti kita, mereka juga sama dengan kita. Mereka memiliki emosi, memiliki impian, dan mereka adalah orang-orang yang berhak mengasihi dan dikasihi. Yang utama mereka juga adalah orang-orang yang dikasih Tuhan. Tuhan tidak hanya memberi matahari kepada umat Kristen, tetapi seluruh makhluk di muka bumi ini dapat merasakamn hangatnya Mentari.
Saya membaca sebuah puisi secara online dan puisi itu menyentuh hati saya,
Jesus at the Gay Bar
He’s here in the midst of it –
right at the centre of the dance floor,
robes hitched up to His knees
to make it easy to spin
At some point in the evening
A boy will touch the hem of His robe
And beg to be healed, beg to be
Anything other than this
And He will reach His arms out,
Sweat-damp, and weary from dance,
He’ll cup this boy’s face in His hand
And say,
my beautiful child
there is nothing in this heart of yours
that ever needs to be healed
Puisi ini bercerita mengenai sosok laki-laki yang berorientasi Gay dan di akhir puisi ia memohon dan meminta Yesus untuk menyembuhkannya. Namun Yesus berkata kepada laki-laki itu “My beautiful child there is nothing in this heart of yours that ever needs to be healed”. Jawaban Yesus dalam puisi itu begitu menyentuh, tidak ada yang perlu disembuhkan, laki-laki itu tidak sakit, ia tidak perlu disembuhkan. Menjadi LGBTQ adalah hal yang sulit untuk dijalani apalagi di Indonesia, dipandang rendah, dipandang tidak normal dan pandangan-pandangan sinis lain menjadi makanan sehari-hari. Jawaban Yesus dalam puisi ini adalah sebuah wujud penerimaan. Saat kaum LGBTQ diterima dengan tulus, ini menjadi sebuah kekuatan untuk mereka juga menerima diri mereka sendiri.
Di tengah kemajemukan di bumi Indonesia, Kaum LGBTQ juga adalah manusia Indonesia seutuhnya yang harus kita terima dan hargai sebagai sesama anak bangsa dan juga ciptaan Tuhan. Kita tidak boleh hanya menerima dan menyayangi mereka yang berbeda suku, berbeda agama dari kita. Kita juga harus menyayangi dan menerima setiap orang tanpa terkecuali, termasuk mereka yang berbeda orientasi seksualnya. Mari saling merangkul tanpa perlu melihat orientasi seksualnya. Mari saling mendukung sesama kita bagaimana pun mereka. Mereka bernafas dari udara yang sama yang berasal dari Tuhan, mengalami hujan dan matahari yang sama yang berasal dari Tuhan. Jangan pandang mereka berbeda. Mereka juga kita.
Ibu Kota India Tercekik Akibat Tingkat Polusi Udara 50 Kali ...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di ibu kota India menutup sekolah, menghentikan pembangun...