Mengasihi Tiada Henti
“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Matius 5:43–44).
SATUHARAPAN.COM - Kekuatan kepemimpinan Yesus bukan saya terletak pada gaya kepemimpinan-Nya, yaitu kepemimpinan yang melayani, yang mendatangi orang, bercakap, mengungkapkan empati, mencari solusi, menghibur, dan menguatkan, melainkan juga pada lontaran gagasan cerdas bernas yang paradoks dengan kebiasaan standar. Yesus ingin menghadirkan paradigma berpikir yang berbeda, yang out of the box, yang benang merahnya tidak bisa diduga sebelumnya oleh pihak lain.
Tatkala Yesus makan dengan orang berdosa, tatkala ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, tatkala ia mau bertemu, mendengarkan curhat perempuan berdosa, tatkala ia menegaskan tidak ada hubungan matematik antara penyakit dan dosa, maka gagasan atau teologi Yesus berseberangan dengan pemikiran konvensional yang berlaku zaman itu. Realitas paradoksal yang dihadirkan Yesus makin akumulatif, dan itu menjadi amunisi yang kemudian membawa Yesus pada posisi dibenci orang banyak, termasuk penguasa zaman itu.
Dalam banyak hal Yesus menunjukkan kepeloporan-Nya, dari aspek sikap, tindakan dan pemikiran. Ia adalah pionir yang menjadi teladan dan referensi bagi pribadi dan komunitas lainnya. Yesus-lah yang secara konsisten bertindak berdasarkan apa yang ia katakan. Ia jugalah yang sejatinya mewujudkan satunya kata dengan perbuatan.
Pernyataan Yesus sebagaimana direkam dalam Injil Matius yang dikutip di awal tulisan ini, secara jelas menampilkan pemikiran Yesus yang amat spesifik. Ia dengan sengaja membalik dan mengubah rumusan standar yang sudah hidup di zamannya. Jika biasanya orang-orang diperintahkan untuk mengasihi sesama dan membenci musuh, Yesus malah mengubah rumusan standar itu dengan “mengasihi musuh dan mendoakan mereka yang menganiayanya”.
Pembalikan dan pengubahan ini penting sekali untuk memahami concern dan skala prioritas Yesus dalam menjalankan misi-Nya. Pengubahan itu menunjukkan keberbedaan Yesus dengan nilai-nilai yang ada, dan sikap paradoks yang menjadi ciri khas dari seorang Yesus.
Ungkapan Yesus ini, pada saat Gereja sedang dibakar oleh Roh Pentakosta memberi inspirasi bagi kita dan Gereja-gereja untuk meneruskan dan melanjutkan sikap kepeloporan Yesus itu dalam hidup sehari-hari. Mengasihi musuh dan mendoakan mereka yang menganiaya kita memang bukan hal mudah dan sederhana, tetapi itulah perintah Yesus yang mesti kita laksanakan. Kita wajib mengasihi tiada henti,tanpa memilih dan memilah, tanpa Sara, tanpa berfikir primordialistik. Sebagai murid Yesus, pewaris Kerajaan Allah maka kita harus setia dan konsisten mewujudkan hal itu dengan sukacita.
Selamat merayakan Hari Minggu (bukan hari Ahad!)
God Bless!
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...