Menkopolkam: Pengajuan Perppu Penyelamatan MK Sesuai Konstitusi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menko Polhukam Djoko Suyanto menggelar konferensi pers untuk meluruskan pendapat pakar hukum tata negara dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshidiqie yang mengatakan pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menyelamatkan MK sebagai tindakan inkonstitusional.
“Saya luruskan, perlu saya respon kembali karena ada miss leading disitu sehingga bisa menimbulkan miss interpretasi di masyarakat. Saya kira saudara-saudara sekalian sudah membaca pernyataan saudara Jimly Asidiqi di beberapa media masa yang menyatakan bahwa penetapan Presiden tentangPperpu penyelamatan MK adalah inkonstitusional. Itu adalah pernyataan Pak Jimly,” kata Menko Polhukam Djoko Suyanto di sela-sela KTT APEC di Nusa Dua, Bali, Minggu (6/10) seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.
Menkopolhukam Djoko Suyanto membacakan Pasal 22 UUD 1945, Pasal 22 Ayat 1, 2 dan 3:
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang;
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
“Jadi pernyataan Saudara Jimly Asshiddiqie tidak benar, karena justru Perppu itu adalah hak dan kewenangan Presiden di dalam menetapkan peraturan pemerintah pengganti UU. Karena itulah kewenangan yang diatur secara konstitusional oleh UUD 1945,” tegas Djoko.
Menko Polhukam menjelaskan, bahwa pertemuan yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan para pemimpin lembaga negara, Sabtu (5/10) pukul 13.00 – 16.00 WIB, didasari karena pada Presiden dan pemimpin lembaga negara memiliki keprihatinan yang sama, kesedihan yang sama, kekecewaan yang sama terhadap tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar oleh KPK. Sehingga di dalam forum terjadi diskusi, terjadi pembicaraan yang sangat dalam terhadap permasalahan.
“Jadi adalah tidak benar solah-olah ide ataupun niatan penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU itu dilahirkan hanya atas emosi dan ketergesa-gesaan. Ini adalah melalui suatu proses dan bukan ditetapkan oleh presiden sendiri,” ujar Djoko Suyanto menanggapi tudingan Jimly bahwa penyiapan Perppu lebih didasari emosi semata bukan karena alasan yang bijak.
Menurut Menko Polhukam Djoko Suyanto, yang lebih penting dari itu semua adalah bagaimana kita menata kehidupan demokrasi di negara ini. Ia mengingatkan, hakikat kehidupan negara di sebuah negara demokrasi adalah harus ada chek and balances. Harus ada suatu system dan pola pengawasan terhadap semua lembaga-lembaga negara yang ada di negara itu ternmasuk negara kita.
Oleh karena itu, lanjut Djoko, di dalam forum kemarin, para pemimpin lembaga negara juga memiliki pandangan sama. Tidak ada sebuah lembaga negara manapun yang dibiarkan tidak diawasi, atau tanpa pengawasan. “Menurut istilah presiden adalah tidak boleh ada lembaga negara manapun uncheck sebagai konsekuensi dari kehidupan demokrasi yang check, saling check and balances,” ungkap Djoko Suyanto.
Menko Polhukam setuju dengan pandangan, bahwa apa yang terjadi beberapa hari yang lalu, yakni tertangkapnya Ketua MK oleh KPK terkait penyuapan Pilkada adalah sebagai akibat absennya pengawasan eksternal terhadap sebuah lembaga negara, sehingga terjadilah penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan itu.
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...