Loading...
INDONESIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 12:13 WIB | Selasa, 12 Mei 2015

Mensos: Demand Side dan Mucikari Mesti Dihukum Tegas

Ilustrasi . (Foto: kemsos.go.id)

MERAUKE, SATUHARAPAN.COM - Maraknya ragam prostitusi menunjukkan suatu kebutuhan regulasi untuk menindak dengan seperangkat aturan dan tindakan tegas terhadap demand side, supply side, serta mucikari.

“Jika demand side diberikan hukuman berat, maka supply side bisa berkurang secara otomatis,” kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di Merauke, Papua, Senin (11/5).

Kementerian Sosial (Kemensos) punya pengalaman menutup 33 lokalisasi dari 168 yang ada di Indonesia tahun lalu. Seiring upaya penutupan berbagai lokalisasi, maka praktik prostitusi pun mengalami perubahan.

“Tahun 2014, Kemensos berhasil menutup 33 lokalisasi dari 168 yang ada dengan memberikan pemberdayaan kemandirian ekonomi, seperti usaha ekonomi produktif (UEP) dan kelompok usaha bersama (KUBE),” katanya.

Selain itu, Kemensos menggelar rapat koordinasi nasional (rakornas) terkait penanganan bagi wanita lokalisasi, dengan menghadirkan kepala daerah yang sukses menutup lokalisasi di daerahnya, seperti Wali Kota Surabaya, Wali Kota Malang, serta Bupati Jambi.

“Rakornas memetakan prostitusi dan strategi penanganannya, untuk mendorong para wanita bekas lokalisasi tersebut agar bisa mandiri dari segi ekonomi melalui pemberikan pelatihan dan pemberdayaan UEP dan KUBE,” katanya.

Karena pola-pola dan model praktik prostitusi berubah dari lokaliasi ke apartemen, rumah pribadi, rumah kos, serta hotel, dibutuhkan payung hukum untuk menindak tegas pengguna dan penyedia jasa prostitusi.

“Payung hukum berupa undang-undang antiprostitusi belum ada. Namun Indonesia sudah memiliki UU antipornografi, dan Kemensos terus berupaya memasukkan kejahatan seksual dan prostitusi ke dalam usulan regulasi baru, yang dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas),” katanya.

Menteri mencontohkan keberhasilan Swedia, yang bisa menekan demand side 80 persen dan menekan supply side 75 persen dalam tiga tahun terakhir. Untuk bisa mendapatkan pola yang tepat, Swedia pun melakukan revisi tiga kali atas UU antiprostitusi.

“Usulan regulasi baru tersebut, juga mencakup segala macam kejahatan seksual, perbudakan, kriminalitas, perdagangan manusia, inses (hubungan sedarah), dan sebagainya,” katanya.

Di level pelaksanaan di lapangan, dibutuhkan kerja sama yang solid dari jajaran kepolisian dan kejaksaan dalam menegakkan hukuman bagi demand side, supply side, serta mucikari .

“Penegakan hukum bagi pelaku kejahatan seksual, pengguna prostitusi, dan mucikari dibutuhkan hukum jelas, sehingga tidak ada multitafsir dalam pelaksanaannya,” katanya. (kemsos.go.id)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home