Menteri Ekonomi Direshuffle Setelah Ramadan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Presiden Joko Widodo akan mereshuffle sebagian dari tim ekonomi di kabinetnya dalam upaya membangkitkan perekonomian dan mempercepat penyaluran anggaran di tengah lambatnya kemajuan berbagai proyek konstruksi. Reshuffle juga diperlukan untuk meyakinkan investor asing mendanai berbagai proyek yang tidak mungkin didanai sendiri oleh pemerintah.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan hal itu dalam sebuah wawancara yang dikutip oleh The Wall Street Journal (26/5). JK tidak menyebut secara spesifik kapan reshuffle akan dilakukan. Namun WSJ mengutip pernyataan penasihat Presiden Joko Widodo yang menyebut reshuffle kemungkinan akan dilakukan pada bulan Juli seusai Ramadan.
"Kita akan ubah (untuk menciptakan) tim yang lebih baik," setelah mengevaluasi kinerja para menteri, kata JK.
JK mengemukakan pemerintah kini sedang bergumul mengatasi berbagai persoalan seperti rendahnya penyerapan anggaran dan lambatnya proyek-proyek konstruksi direalisasikan. Indonesia dengan Produk Domestik Bruto (PDB) US$ 900 miliar dan diharapkan akan bergabung ke jajaran kelompok negara elit dengan PDB US$ 1 triliun dalam beberapa tahun ke depan, tercatat sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat beberapa dekade terakhir. Namun, tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia telah tergelincir ke tingkat terendah dalam lima tahun terakhir.
Tim ekonomi Presiden Jokowi-JK yang sudah bekerja hampir delapan bulan dinilai kurang berhasil mencegah penurunan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG0 di Bursa Efek Indonesia jatuh ke titik terendah hanya dalam satu tahun. Turunnya keuntungan korporasi-korporasi menjadi pemicu utama penurunan indeks disamping melemahnya kepercayaan investor dalam mendorong tim ekonomi untuk mempercepat implementasi program-programnya.
JK mengatakan memahami bahwa ekonomi menjadi salah satu persoalan saat ini dan ia dengan Presiden Jokowi sepakat untuk memprioritaskan percepatan anggaran untuk proyek infrastruktur yang diharapkan akan menyuntik dana miliaran dolar ke dalam perekonomian. Ia menunjuk contoh UU baru yang mempermudah negara membebaskan lahan -- titik yang selama ini dianggap penghambat bagi banyak proyek mulai dari pembangkit listrik hingga pabrik.
JK mengatakan jatuhnya harga minyak dunia membuat penerimaan pemerintah dari minyak dan gas bumi menurun. Di sisi lain penerimaan pajak juga sejauh ini tidak akan memenuhi target. Oleh karena itu harapan hanya dapat diarahkan pada investasi asing.
JK berpendapat yang dibutuhkan oleh para investor itu saat ini bukan insentif yang lebih besar, karena penduduk Indonesia yang banyak dan tenaga kerja murah sudah menjadi daya tarik tersendiri bagi perusahaan dan industri manufaktur. Yang kini diusahakan pemerintah, menurut dia, adalah mengatasi persoalan-persoalan lama, seperti sulitnya izin bagi tenaga kerja asing, meningkatkan kualitas jalan dan mempermudah akses terhadap listrik serta kemudahan pembebasan lahan.
Banyak perusahaan asing yang mengeluh Indonesia tidak banyak memberikan insentif untuk mengembangkan proyek. Tetapi JK mengatakan telah berbicara dengan Chevron yang akan melakukan investasi sebesar US$ 12 miliar pada sebuah proyek gas bumi di bawah laut.
Investor asing, sebagaimana dilaporkan WSJ, menilai Indonesia bersikap ambivalen dalam menarik investasi asing dalam beberapa tahun terakhir. Di satu sisi RI membutuhkan investasi mereka tetapi di sisi lain mencemaskannya karena khawatir akan menguasai industi dalam negeri. JK mengatakan ia mendukung gerakan untuk menggunakan produk lokal dalam mendorong industri dengan cara menciptakan hambatan bagi perusahaan asing, semisal perintah presiden Joko Widodo untuk melarang impor kapal dalam rangka melindungi perusahaan pelayaran domestik.
"Ini memang harus dilakukan oleh negara mana pun," kata JK.
Namun di sisi lain ia juga mengeritik kebijakan yang mengharuskan tenaga kerja asing mempelajari Bahasa Indonesia sebagai kebijakan yang buruk, walaupun ia setuju adanya sejumlah pengetatan bagi tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia.
Di bagian lain wawancara itu, JK membantah bahwa dirinya tidak kompak dengan Presiden Joko Widodo. Ia menegaskan bahwa dia dan Jokowi, "90 persen, 99 persen" sepakat dan sering mengadakan rapat berkali-kali dalam beberapa hari.
Meskipun demikian, WSJ mencatat JK dan Jokowi memiliki perbedaan pandangan atas berbagai isu, mulai dari penanganan persoalan PSSI hingga soal revisi UU KPK.
Saat ini JK dinilai memiliki kekuasaan yang lebih kecil apabila dibandingkan ketika ia menjadi Wapres pada periode pertama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004-2009. Kala itu ia memainkan peran yang lebih luas dalam mengendalikan menteri-menteri ekonomi dan memiliki wewenang lebih besar dalam menetapkan pejabat-pejabat senior. Para pengamat mengatakan meningkatnya kekuasaan JK menjadi alasan SBY tidak memilihnya lagi pada periode kedua.
JK menegaskan ia tidak memiliki keluhan tentang peranannya sebagai Wapres saat ini. Jokowi, menurut dia, "sangat aktif dan itu bagus. Saya tidak perlu lagi lebih aktif" secara publik, kata dia.
Seorang penasihat Jokowi mengatakan reshuffle kabinet diharapkan akan mengakomodasi kekuatan seluruh partai ke dalam pemerintahan, termasuk Partai Golkar, yang pernah dipimpin JK. Para analis politik mengatakan bila itu terjadi akan memperkuat posisi JK.
Editor : Eben Ezer Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...